Tenaga Kerja Miskin di Provinsi Bengkulu

LITERASI - Jumat, 23 Agustus 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

Ilustrasi/Jambiupdate.com

Oleh Fatmasari Damayanti, S.Si, M.Si*

Membahas kemiskinan di suatu wilayah tentu tidak luput dari kondisi ketenagakerjaanya. Jika tingkat kemiskinan masih tinggi berarti kondisi ketenagakerjaanya belum mendukung penduduk di wilayah tersebut untuk berpendapatan cukup. Bagaimana dengan Bengkulu?

Bulan Mei 2019 BPS merilis keadaan ketenagakerjaan hasil Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Februari 2019 yang cukup menggembirakan, karena Jumlah penduduk bekerja naik dan tingkat penganggurannya turun dibanding setahun lalu. Berarti penduduk Provinsi Bengkulu sudah lebih banyak yang terserap di pasar kerja dibandingkan dengan setahun yang lalu. Berita gembira ini tidak cukup sampai disitu, di bulan kemerdekaan ini Badan Pusat Statistik (BPS) juga merilis hasil hitung kemiskinan Maret 2019 yang turun 0,2 persen poin dibandingkan setahun lalu. Artinya, kinerja pemerintah di Provinsi Bengkulu ini sudah bagus. Namun, Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia ini ada pasangannya, dibalik sisi gelap, selalu ada sisi terang, dibalik kabar Bahagia, ada kabar kurang Bahagia yang menyertainya. Apa kabar kurang Bahagia itu?

Ternyata ada cerita kurang bahagia mengenai kondisi ketenagakerjaan yang berhubungan dengan kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Hasil olah data Sakernas Februari 2019 menunjukkan separuh penduduk bekerja di Provinsi Bengkulu memiliki upah yang besarannya dibawah garis kemiskinan (Garis Kemiskinan September 2018 sebesar Rp.492.115 perkapita/bulan). Menurut ILO (International Labour Organization), tenaga kerja yang punya penghasilan/pengeluaran per kapita kurang dari besaran garis kemiskinan disebut tenaga kerja miskin. Dengan upah di bawah garis kemiskinan, artinya penduduk bekerja itu tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, apalagi jika ada tanggungan keluarga.

Sebanyak 51,7 persen penduduk bekerja miskin itu adalah laki-laki dan sisanya perempuan. Dapat dikatakan seimbang untuk masalah gender, tetapi bila dikaitkan dengan budaya, ada stigma bahwa laki-laki lebih bertanggung jawab untuk menafkahi keluarganya. Bagaimana mungkin dia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya sedangkan upahnya saja sangat minim. Menariknya, tiga perempat penduduk bekerja miskin itu ada di wilayah pedesaan, sisanya di perkotaan. Kenapa di pedesaan? Ternyata di pedesaan ada istilah “too poor to be unemployment” atau terlalu miskin sehingga jadi pengangguran sehingga penduduk di pedesaan akan cenderung bekerja apa saja hanya semata untuk bertahan hidup dari hari ke hari, meskipun pekerjaan itu tidak mampu melepaskan mereka dari jurang kemiskinan atau dengan kata lain mereka menjadi pekerja miskin, sudah bekerja tapi tetap miskin.

Tentu kita juga ingin tahu, penduduk bekerja miskin ini bekerja di lapangan usaha apa? Mudah sekali di tebak karena mayoritas penduduk Indonesia terutama Bengkulu masih bekerja di Lapangan usaha Pertanian. Sebesar 53,7 persen penduduk bekerja miskin ini bekerja di lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Usaha pertanian dan perkebunan merupakan salah satu penggerak utama pengembangan ekonomi di Bengkulu yaitu menyumbang 28,34 % terhadap PDRB Provinsi di Triwulan I tahun 2019. Namun, usaha pertanian dan perkebunan ini bukan merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Sumber utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu triwulan I-2019 adalah lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Wajar jika penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian dan perkebunan belum memiliki upah layak. Usaha pertanian dan perkebunan di Indonesia terutama Provinsi Bengkulu memang belum maju. Hal ini jelas terlihat dari teknologi pertanian yang digunakan serta hasil yang didapat. Tetapi, saat ini pemerintah sedang berupaya memajukan pertanian demi menjamin ketersediaan pangan Nasional.

Sebenarnya penduduk Bekerja di Provinsi Bengkulu periode Februari 2019 sudah cukup banyak, yaitu 70,4 persen dari total penduduk usia kerja. Namun mayoritas penduduk masih bekerja di sektor informal (67,9 %). Sektor informal sendiri, seperti kita tahu umumnya bekerja di segala jenis pekerjaan dengan tanpa adanya perlindungan negara dan tidak dikenakan pajak. Sehingga masih jauh dari kata “LAYAK” dalam arti ekonomi. Banyak pihak yang menyebut sektor informal sebagai penyelamat perekonomian nasional karena mereka mempunyai daya tahan yang cukup kuat di tengah krisis ekonomi yang melanda. Pekerja sektor informal pada umumnya berusaha pada usaha-usaha ekonomi informal dengan ciri-ciri antara lain: berskala mikro dengan modal kecil, menggunakan teknologi sederhana, menghasilkan barang dan atau jasa dengan kualitas relatif rendah, tempat usaha tidak tetap, mobilitas tenaga kerja sangat tinggi, kelangsungan usaha tidak terjamin, jam kerja tidak teratur, tingkat produktivitas dan penghasilan relatif rendah dan tidak tetap. Contoh spesifiknya seperti: sopir angkot, petani, nelayan, pedagang kaki lima, dan sebagainya. Apakah semuanya miskin? Ternyata 20,7 persen penduduk Bekerja di sektor informal mempunyai upah di bawah garis kemiskinan dan mayoritas berada di wilayah pedesaan.

Bagaimana dengan sektor formal? Apakah penduduk yg bekerja di sektor formal sudah pasti tidak miskin? Mari kita lihat datanya. Berdasarkan Sakernas Februari 2019, penduduk bekerja di sektor formal yang mempunyai upah di bawah garis kemiskinan hanya 7,7 persen dan didominasi oleh perempuan. Bila lihat lebih detail, para pekerja perempuan ini mayoritas bekerja di Lapangan usaha jasa pendidikan. Menurut analisa saya, kemungkinan mereka bekerja sebagai guru les, guru ngaji atau mungkin juga guru honorer. Jika memang benar, artinya pekerja formal dengan upah di bawah garis kemiskinan bukan sasaran utama pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan saat ini.

Itulah profil tenaga kerja miskin di Provinsi Bengkulu yang dipotret dari Survei Angkatan Kerja Nasional. Ternyata, masih banyak PR untuk mengentaskan kemiskinan dilihat dari sisi ketenagakerjaan. Karena keadaan ketenagakerjaan berpengaruh pada pendapatan. Pendapatan dan kemiskinan seperti lingkaran setan. Kemiskinan terjadi karena pendapatan rendah, pendapatan rendah karena pekerjaan tidak berkualitas. pekerjaan tidak berkualitas karena keterampilan rendah. Jika ingin ketermpilan bagus diperoleh dengan pendidikan yang layak. Karena miskin, tidak dapat memperoleh akses Pendidikan layak.

Semoga potret data ini menjadi motivasi bagi pemerintah Provinsi Bengkulu agar lebih tepat dalam merancang program pengentasan kemiskinan. Adapun PR dan catatan kiranya menjadi introspeksi untuk memparipurnakan kebijakan dalam rangka mensejahterakan masyarakat Bengkulu.

*Penulis adalah ASN BPS Provinsi Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment