Sudahkah Sungai Air Bengkulu dan Usaha Pertambangan Bersahabat dengan Lingkungan?

LITERASI - Selasa, 9 Juni 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Sarah Mega Pratenna Kaban*

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai juga merupakan bagian dari daratan yang menjadi tempat-tempat aliran air yang berasal dari mata air atau curah hujan.

Di provinsi Bengkulu sendiri, Sungai Air Bengkulu memiliki peran yang sangat penting bagi PDAM karena Sungai Air Bengkulu ini merupakan sumber utama mata air PDAM yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Sungai Air Bengkulu mengalami pencemaran air.

Penyebab utama kasus pencemaran air ini karena adanya aktivitas pertambangan batu bara. Bahkan dampak aktivitas batu bara ini telah merusak lingkungan hidup, secara khusus wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) dan memiskinkan masyarakat. Sumber pencemaran yang terjadi pada Sungai Air Bengkulu ini disebabkan oleh perusahaan pertambangan batu bara di hulu sungai.

Menurunnya kualitas air Sungai Bengkulu ini diduga akibat adanya eksplorasi pertambangan batu bara, pabrik karet, dan pabrik CPO. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Walhi Bengkulu, terdapat beberapa perusahaan tambang batu bara yang diduga sebagai sumber pencemar Sungai Air Bengkulu.

Kasus ini didukung oleh beberapa hasil riset dan penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi pencermaran sungai di Bengkulu. Pada tahun 2008 telah dilakukan usaha penelitian untuk menguji parameter fisik dan kimia dari air sungai yang dilakukan Yayasan Ulayat Bengkulu dan laboratorium PDAM.

Disebutkan bahwa tingkat kekeruhan Sungai Air Bengkulu sudah berada di ambang batas yaitu sebesar 421 NTU dari kadar maksimum, sedangkan dalam parameter kimia kandungan besi berada pada angka 0,76 mg/liter dari kadar yang diperbolehkan sebesar 0,30 mg/liter.

Selanjutnya, karena tidak adanya tindak lanjut untuk menyikapi persoalan tersebut, tim KPBB (Komisi Penanggulangan Bensin Bertimbal) bekerja sama dengan Blacksmith Institute Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup kembali melakukan uji sampel air. Hasilnya bahkan lebih memprihatinkan, Sungai Air Bengkulu dinyatakan sudah tercemar logam membahayakan yaitu Merkuri (Hg) dan Arsenic (As).

Parahnya lagi, kandungan merkuri dan arsenik tersebut kadarnya berada pada level mengkhawatirkan, yaitu mencapai 15 PPM (Part Per Million) dan 12 PPM di dua lokasi yang dijadikan sampel yaitu di Desa Penandingan dan Desa Surau (YUB, 2009).

Indikasi pencemaran ini juga diperkuat dari hasil uji parameter tim gabungan yang berisi 14 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang dibentuk Pemprov Bengkulu yang melakukan pengambilan dan pengujian sampel di 17 titik berbeda di sepanjang Sungai Air Bengkulu.

Melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu 9 hasil kerja tim ini menyatakan air Sungai Bengkulu berbahaya bagi manusia. Status air sungai Bengkulu yang sebelumnya masih kelas I atau bisa dikonsumsi manusia sekarang menjadi kelas III yang artinya hanya boleh digunakan untuk perairan sawah dan kolam perikanan air tawar, (Rakyat Bengkulu, 6 April 2011).

Berdasarkan hasil riset di atas, akibatnya status air sungai Bengkulu yang sebelumnya masih kelas I atau bisa dikonsumsi manusia, sekarang menjadi kelas III yang artinya hanya boleh digunakan untuk perairan sawah dan kolam perikanan air tawar, (YUB, 2009).

Kasus ini pun semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran masyarakat dan juga beberapa pihak akan tindakan pencegahan pencemaran lingkungan.

Pencemaran sungai ini terus meningkat karena adanya beberapa pihak dari pertambangan batu bara yang kurang sadar akan pengolahan limbah yang ada karena mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan limbah yang akhirnya semakin menurunkan kualitas air sungai di Bengkulu.

Ada beberapa dampak yang akhirnya ditimbulkan dari pencemaran sungai ini. Salah satunya yaitu tercampurnya zat radio aktif di sungai, padahal Sungai Air Bengkulu merupakan sumber utama bahan baku PDAM PT Tirta Dharma di Kota Bengkulu.

Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin memburuk dan akan semakin mempersulit PDAM untuk meningkatkan kualitas air yang sudah terkontaminasi limbah batu bara tersebut. Pencemaran sungai ini juga mengakibatkan kebanjiran di sebagian wilayah Kota Bengkulu karena terjadinya pendangkalan dan adanya batu bara yang hanyut hingga ke pesisir pantai di Kota Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu yang merugikan sektor perikanan dan pariwisata.

Dampak lainnya terjadi pada para nelayan yang mencari ikan dengan cara menyebar jala tidak mendapatkan ikan lagi, bahkan sering kali jala mereka mengalami kerusakan akibat pencemaran pesisir dan laut di perairan Bengkulu yang berasal dari limbah batu bara yang terbawa lewat air Sungai Bengkulu, (Bengkulu Ekspress, 23 Maret 2011).

Sebenarnya Provinsi Bengkulu sendiri telah disediakan alat Online Monitoring Otomatis Sistem (Onlimo) yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI. Alat ini berfungsi sebagai alat pemantau kualitas air dan sudah terpasang di beberapa daerah di Provinsi Bengkulu. Akan tetapi, penyediaan alat ini belum dimanfaatkan sebaik mungkin guna memperbaiki pencemaran sungai di Bengkulu.

Selain itu, permasalahan pencemaran air yang terjadi di Bengkulu juga disebabkan oleh belum maksimalnya pengelolaan DAS terpadu. Hal ini karena pengelolaan yang ada masih bersifat sektoral sehingga diperlukan keterpaduan dan integrasi program monitoring untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan fungsi dan layanan ekosistem sungai. Dengan kata lain pengelolaan DAS ini bertujuan agar generasi masa depan dapat menikmati sumber daya alam yang lebih sehat dan lebih produktif dari generasi sekarang.

Melihat kasus di atas, ada beberapa strategi alternatif yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan, yaitu mengadakan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air, adanya pengelolaan limbah, menetapkan daya tampung beban pencemaran, meningkatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan limbah, mengadakan pengawasan terhadap pembuangan air limbah, mengadakan pemantauan rutin terhadap kualitas air sungai, menegaskan sanksi pada permukiman ilegal di sepanjang bantaran sungai.

Secara khusus, ada 3 (tiga) prioritas utama alternatif strategi pengendalian pencemaran air sungai Sub DAS Hilir Sungai Bengkulu, yaitu konservasi daerah tangkapan air di wilayah hulu dengan bobot 0,816, integrasi dan pembinaan dalam penataan ruang dengan bobot 0,806, dan penanaman vegetasi di sepanjang bantaran sungai dengan bobot 0,795, (Supriyono, Iskarni, & Barlian, 2015).

Kebijakan pengelolaan DAS yang tepat diikuti dengan penerapan teknologi pengelolaan sumber daya lahan dan air yang sesuai akan berimplikasi kepada perbaikan sistem pengelolaan DAS. Jika kebijakan pengelolaan ini dilakukan secara tepat dampak yang terjadi adalah menurunnya erosi dan sedimentasi, membaiknya kelestarian air, berkurangnya luasan lahan kritis, serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat sekitar DAS dikarenakan perbaikan kualitas lingkungan DAS.

*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana

Referensi:
Bengkulu Ekspress, 23 Maret 2011.
Perda Bengkulu Nomor 6 Tahun 2005 tentang Bahan Baku Mutu Air dan Kelas Air Sungai Lintas Kabupaten/Kota dalam Provinsi Bengkulu.
Supriyono, Iskarni, P., & Barlian, E (2015) Kajian Dampak Penambangan Batubara Terhadap Kualitas Air dan Arahan Kebijakan Mitigasi Sungai di Sub DAS Hilir Sungai Bengkulu.
Surat Kabar Rakyat Bengkulu, 6 April 2011.
YUB (2009) Report of the Research and Public Campaign on Water Quality Problem of the Air Bengkulu River Basin. Bengkulu.

BACA LAINNYA


Leave a comment