Ngupek MPB

LITERASI - Kamis, 20 Juli 2017

Konten ini di Produksi Oleh :

By Cik Ben

Beberapa bulan terakhir ini, masyarakat disuguhkan tekad dari kelompok Masyarakat Peduli Bengkulu. Berbagai elemen masyarakat ada di kelompok ini. Mulai dari Rektor, praktisi hukum, praktisi pers, petani dan mahasiswa. Sayangnya tidak ada preman yang ingin bergabung.

Cik hanya mau lihat dari sisi lain MPB ini. Nama merupakan identitas. Lawan dari itu adalah tidak berindentitas. Berikutnya, mereka berkomitmen membabatbingkas korupsi di Provinsi Bengkulu ini. Artinya yang dipegang dari itu adalah ‘muncung’ mereka. Soal hati, hanya hati-hati yang tahu.

“Bahasa Cik itu tidak jelas. Tidak menentu. Apa itu soal hati hanya hati-hati yang tahu? Bingung saya”, tanya seseorang seperti pejabat gayanya.

“Maaf pak kalau pembicaraan saya ini ngejut-ngejut aja. Saya membicarakan soal MPB. Kalau Bapak tidak paham, baiknya jangan protes. Tapi kalau paham, kenapa Bapak harus tanya yang Bapak bingung”, tegur Cik Ben melanjutkan ceramahnya.

Bicara di depan orang susah, Cik menjelaskan, kalau ada orang yang peduli, kenapa tidak kita sambut. Coba kita rubah cara berfikir kita. Misalnya begini………Kalau ada orang ingin berbuat baik, setiap hari ia mengunakan gamis, jilbab tidak usah kita upat mereka, kalau kita tidak bisa menjalankannya,

“Ini tidak, saat ada orang bertelanjang tubuh, memakai rok mini atau celana pendek, malah kita cuek saja. Tidak kita upat, selain mengucapkan kata UWAI…..”.

Kita harus lihat segala sesuatu itu dengan tanpa waksangka negatif. Pertanyaannya, apakah MPB itu merupakan kumpulan orang yang sakit hati? Orang yang mewakili sakit hati atau orang susah kayak kita-kita ini? Jawabnya tentu tergantung hati-hati yang tahu.

Sebaliknya, apakah orang yang di luar kelompok itu orang yang sehat? Orang yang mewakili orang sehat atau orang senang yang bukan kayak kita kita? Jawabnya tentu sama juga.

“Masalahnya, kenapa musti mendesak, menolak atau mendukung aparat pemberantas korupsi Cik? Artinya mereka tidak percaya pada aparat. Kenapa tidak dibiarkan saja kalau suatu kasus sudah di usut?” tanya Maman Sang kuli bangunan.

“Pertanyaan Pak Maman itu benar, tapi apa yang dilakukan MPB itu juga tidak salah”, kata Cik Ben.

“Awu Cik, la kruan galau maksud Cik tu. Pastilah Cik titu dak ngicieka Plobai soal hati-hati yang tahu tu”, celetuk Idin kuli angkut.

Diam Cik Ben. Tapi ia menyadari begitulah susahnya berbicara sesama manusia. Latar belakang berbeda, kepentinganpun berbeda, termasuk daya tangkap soal sesuatu.

BACA LAINNYA


Leave a comment