Kuatnya Tradisi Mataram dalam Politik Kita

LITERASI - Jumat, 2 April 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Elfahmi Lubis

Penjilat, Relasi Kuasa dan Hamba

Pilkada 2020 dan mungkin juga Pilpres 2024 yang akan datang, telah menimbulkan gimmick politik tentang menguatnya tradisi Mataram dalam politik Indonesia. Walaupun tesis ini mudah sekali dibantah dengan argumentasi normatif dan politik, bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih yang dijamin dalam konstitusi. Argumentasi lain bahwa jabatan politik tersebut diperoleh bukan karena penunjukan sepihak, tapi lewat sebuah kontestasi politik melalui mekanisme Pilkada.

Namun dalam konteks ini saya tidak melihatnya dari perspektif tersebut, tapi hanya ingin menguliti secara kritis bagaimana praktik oligarki politik dan tradisi politik “kaula” yang feodalistik masih sangat kuat dalam budaya politik (politic culture) Indonesia saat ini. Di mana seharusnya budaya politik tersebut sudah kita kubur dalam-dalam ketika kita telah sepakat memilih demokrasi modern dalam sistem politik kita.

Kuatnya tradisi politik gaya Mataram, secara budaya bisa dipahami karena mendapat legitimasi argumen, bahwa memang Indonesia secara historis berembrio dari tradisi pemerintahan kerajaan yang berbalut klenik dan mistis. Sebut saja Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Mataram, Pasai, Borneo, Ternate, Tidore, dan lain-lain.

Menguatnya tradisi Mataram tidak saja dalam perilaku politik, tapi juga menguat dalam bentuk perilaku yang diwujudkan relasi “raja dan hamba”. Bukan fenomena asing, relasi atasan dan bawahan di dalam birokrasi kita diwarnai perilaku “menjilat” alias “setor muka” dan manajemen ABS (asal bapak senang).

Relasi kuasa seperti ini tidak saja merupakan “pembusukan” tapi juga berimbas pada iklim kerja yang kaku, nir kreativitas, nir prakarsa, nir inisiatif, dan pada stadium lanjut akan menjerumuskan sang “kuasa” ke jurang kebinasaan.

Ada quote yang terkenal “Seberapa kuat anda mempertahankan kekuasaan, ada satu hal yang tidak akan anda mampu lawan, yaitu WAKTU”. Selamat menikmati liburan akhir pekan yang panjang, jangan lupa bahagia dan saling mengasihi.

*Penulis adalah Dewan Pakar JMSI Provinsi Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment