Korupsi di RSUD M Yunus, Sudahkah Usai?

LITERASI - Senin, 22 Januari 2018

Konten ini di Produksi Oleh :

Walikota Bengkulu Helmi Hasan saat membawa pasien ke RSUD M. Yunus, yang sebelumnya sempat ditolak karena biaya

Rumah Sakit Umum Daerah M Yunus Bengkulu. Sudah cukup tua usianya. Namun seusia umurnya belum memberikan harapan progresif bagi kemajuan pelayanan dibidang kesehatan. Ada saja keluhan pasien terkait pelayanannya. Alasan klasik adalah prosedur dan birokrasi. Namun demikian, seharusnya dibutuhkan progresifitas jajaran direksi untuk melakukan lompatan cerdas supaya keluhan teratasi secara baik dan komprehensif. Meminjam istilah orang bijak, tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya.

Sejak kepala daerah dipilih secara langsung, Rumah Sakit M Yunus menjadi cenderung ‘leluasa’ diakses oleh berbagai warna kepentingan politik dari luar. Artinya, ada kekuatan diluar birokrasi yang ikut menentukan kebijakan didalamnya, baik secara anggaran maupun personalia. Maklum, efek pilkada langsung menjadikan kepala daerah memiliki kecenderungan Abuse of power. Campur tangan kepala daerah menjadi momok menakutkan bagi birokrat yang bekerja murni. Terlebih, RSMY merupakan aset daerah yang mengelola anggaran besar, siklus keuangan besar dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak, terutama orang-orang sakit.

Dalam pada itu, seiring terbukanya tranparansi informasi publik, mau tidak mau RSMY harus menjadi lembaga pelayanan publik yang kredibel secara anggaran dan kebijakan.

Sebut saja kasus honor tim pembina RSMY Bengkulu yang menyeret mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah penjadi terpidana. Betapa, miliaran uang hanya diperuntukkan untuk sekedar honor yang cenderung tidak relefan dengan visi sebuah rumah sakit. Akibat kasus itu bahkan beberapa mantan direktur juga ikut terseret hingga pada level jabatan bendaharapun menjadi terpidana. Tak hanya sampai disitu, akibat kasus itu, KPK juga turut ambil bagian dengan melakukan OTT terhadap hakim yang mengadili perkara itu.

Kala itu bahkan, puluhan miliar proyek alkes menjadi sasaran aparat penegak hukum, meskipun tidak berlanjut ke meja hijau, setidaknya menyiratkan ada ketidakberesan di rumah sakit kebanggAan masyarakat Bengkulu itu. Rumah sakit secara sarkastik diumpakan malah “sakit” secara manajemen.

Di era Ridwan Mukti, pergantian pimpinan menjadi PR utama. Namun itupun belum menjawab ekspektasi publik untuk primanya pelayanan. Bagaimana tidak, menyoal hutang Jamkeskot Bengkulu yang nilainya mencapai Rp 2 miliar lebih bahkan RSMY tidak merincikan secara deskriptif. Sehingga imbasnya Pemerintah Kota Bengkulu enggan membayarnya. Logis, bagaimana mau dibayar sedangkan rincian pasien yang berobat dan menikmati pelayanan jamkeskot saja tidak dihadirkan RSMY ke DPPKAD Kota Bengkulu kala itu. Bermodal kwitansi, RSMY menagih hutang jamkeskot yang nilainya fantastis.

Selain itu, masalah setoran pajak parkir juga disoal oleh DPPKAD Kota Bengkulu. Setidaknya ada tagihan mencapai Rp 4,8 miliar yang seharusnya disetor RSMY ke DPPKAD Kota Bengkulu namun mandeg. Drama saling sandera sepertinya. Pemkot punya hutang jamkeskot, RSMY punya hutang setoran pajak parkir.

Kasus akhirnya bergulir ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu, sebuah LSM melaporkan dugaan adanya korupsi dalam pengelolaan parkir RSMY. Kejatipun sempat memanggil jajaran direksi, diperoleh kabar hutang pajak parkir akhirnya dicicil oleh RSMY. Hingga kini belum tau kabarnya, maklum pejabat silih berganti.

Selain kasus parkir, persoalan personalia juga mejadi sorotan. LHP BPK RI tahun 2014 menyebut adanya pembayaran gaji pegawai yang sudah tidak tau rimbanya dimana namun masih dicairkan. Jumlahnya mencapai ratusan juta. Itupun akhirnya bergulir ke aparat penegak hukum.

Manajemen personalia RSMY memang wajib diaudit. Sejauh mana jumlah karyawan baik yang PNS, kontrak ataupun honorer menjamin efektifitas pelayanan RSMY. Jangan-jangan jumlah honorer yang jumlahnya fantastis itu tidak semuanya nyata. Patut diduga.

Menyoal pelayanan memang akan mejadi isu sensitif. Bagaimana tidak, pekerjaan manusia memang tidak ada yang sempurna. Terbaru adanya kasus pasien bocor jantung merasa yang merasa tak mampu juga menjadi sorotan. Harusnya, bagaimanapun persoalan pasien tidak semuanya harus diselesaikan secara birokratis, diperlukan sebuah kebijakan yang regulatif namun menjamin tercapainya pelayanan prima terhadap pasien, termasuk menyoal pendanaan pasien yang tak mampu.

Akhirnya, tanpa harus menjadi hakim yang menghakimi sesuatu yang belum tentu salah, ekspektasi besar masyarakat Kota Bengkulu haruslah menjadi “PR” bersama, terutama pucuk pimpinan, yakni Plt Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.

Menajemen akan baik, jika, meminjam istilah Prof Juanda, “PNS jangan berniat kaya, dan PNS harus berhati tulus”. Dimulai dari penempatan personalia yang kompeten, perampingan birokrasi dan adanya kebijakan pelayanan. Insya Allah, korupsi di RSMY akan usai.

Semoga terus berbenah dan bebas korupsi !

Tulisan ini merupakan Tajuk Rencana Bengkulutoday.com

BACA LAINNYA


Leave a comment