Dampak Peralihan Kewenangan Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemerintah Daerah yang Kepada Pemerintah Pusat

LITERASI - Minggu, 9 Mei 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Siti Muaisaroh*

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam-Nya dari segi manapun terkait hubungan dengan datangnya para penjajah yang ke Indonesia dalam sejarah. Datangnya para penjajajh bukan karena tanpa sebab, namun mereka datang supaya bisa menguasai hasil sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara yang melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan otonomi daerah yang di atur dalam undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dalam pasal 1 ayat 5 dijelaskan bahwasannya otonomi daerah yaitu hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan setempat dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia pada dasarnya otonomi daerah diberikan kepada rakyat guna untuk mengatur sendiri urusan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh kepala daerah dan dibantu oleh DPRD namun tetap dalam pengawasan pemerintah pusat. Yang dimaksud disini juga termasuk hasil dari sumber daya alam salah satunya yaitu pertambangan batubara. Pertambangan batu bata juga dikelola oleh pemerintah daerahn slaah satunya menegnai pemberian izin.

sebagaimana yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini yaitu mengenai peralihan kewenangan pemberian IUP yang dimiliki oleh pemerintah daerah setelah dialihkan ke pemerintah pusat melalui asas sentralisasi karena adanya peraturan baru yang telah merubah undang-undang nomor 4 tahun 2009 dengan undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang pemerintahan daerah. Dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 pasal 4 ayat 2 berbunyi penguasaan mineral dan batubara oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Terkait dengan izin telah diatur dalam pembagian kewenangan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah Melalui undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemeirntah daerah. Namun seiring dengan pergantian peraturan perundang-undangan, terkait izin usaha telah dilakukan banyak perubahan. Awal mulanya melalui asas otonomi daerah izin pertambangan dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah namun setelah adanya perubahan undang-undang Nomor 32 tahun 2004 ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah izin hanya dapat dikeluarkan oleh pemerintah provinsi perubahan izin dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah provinsi, yang didasari oleh banyaknya penyimpangan hukum dalam pemberian izin dan masih rendahnya jaminan kepastian hukum terhadap pemilik usaha dan investor. Namum dalam hal ini pemerintah provinsi dan pemerintah daerah masih dapat bekerja sama sesuai aturan pelaksanaan dalam undang-undang Minerba kewenangan dalam memberikan benar-benar diditarik oleh pemerintah pusat di bawah kekuasaan presiden dan hal ini mengacu pada asas sentralisasi.

Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara telah menghapus pasal 7 pasal 8 dan pasal 37 dalam undang-undang minerba . Dalam undang undang ini lebih mengutamakan investor dan kurang memperhatikan dampak terhadap masyarakat serta lingkungan, lebih memudahkan para investor untuk memeperpanjang masa eksploitasinya, kirang memperhatikan bagi usaha pertambangan baru. terdapat dalam pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwasanya usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Meskipun dalam pasal 35 di sebutkan bahwasanya dapat didelegasikan namun sampai saat ini masih banyak yang beranggapan bahwasanya undang-undang ini masih dapat dianggap melanggar konstitusionalisme karena tidak sesuai dengan sistem otonomi undang-undang nomor 3 tahun 2020 a quo juga karena ketidak percayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pembangunan sistem desentralisasi. Dengan ini karena tidak melibatkan pemerintah daerah maka ditakutkan akan memberikan dampak tidak adanya pengawasan usaha kegiatan usaha, lambatnya pengaturan dan juga mengakibatkan penurunan pajak daerah, Dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.

*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Syariah/Hukum IAIN Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment