‘Badai’ Orang Nomor Satu di Bengkulu

LITERASI - Minggu, 6 Januari 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

by Nadia Tri Hidayati*

Menjadi orang nomor satu di provinsi yang memiliki garis pantai sepanjang 525 kilometer ini (mungkin) tak selamanya menyenangkan. Meski dikelilingi orang-orang yang kerap memberikan ‘pujian demi pujian’, namun pro dan kontra tetap hadir mewarnai, ketika ada satu kebijakan yang dipandang bikin ‘rugi’ pihak yang dirugikan. Seperti kata pepatah ‘semakin tinggi pohon, maka semakin tinggi pula angin yang menerpa’.

Di telinga dan di mata masyarakat Provinsi Bengkulu tentunya tak akan asing lagi mendengar nama Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah, sosok yang banyak dikagumi oleh para penggemar dan pendukungnya kala Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Provinsi Bengkulu pada 9 Desember 2015 silam.

Baca Rohidin Mersyah Dilaporkan ke Bareskrim

Kemenangan Pilgub 2015 berpihak kepada pasangan Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah, yang waktu itu lebih populer dengan sebutan Duo RM atau RM Satu. Namun, belum ‘juga’ nampak perubahan dan pembangunan yang dilakukan seperti janji kampanyenya yang ‘wah’, pada 20 Juni 2017 rakyat Bengkulu digegerkan dengan kabar OTT KPK RI di rumah pribadi Ridwan Mukti (RM). Sang istri, Lily Martiana Maddari bersama Rico Dian Sari (RDS), kontraktor, dan Direktur PT SMS Jhoni Wijaya diciduk KPK, menyusul kemudian RM yang turut diamankan.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan empat orang yang diamankan tersebut sebagai tersangka dalam kasus suap fee proyek pembangunan peningkatan jalan TES Muara Aman, Kabupaten Lebong dan proyek pembangunan peningkatan jalan Curug Air dingin, Kabupaten Lebong, yang dimenangkan PT SMS.

Baca Dilaporkan ke Bareskrim, ini Klarifikasi Rohidin Mersyah

Akibat kasus tersebut, dan masing-masing tersangka sudah dihukum, Rohidin Mersyah diamanatkan untuk memimpin Bumi Rafflesia, tempat kelahiran Ibu Fatmawati Soekarno, isteri orang nomor satu di Indonesia untuk pertama kali. Rohidin resmi dilantik menggantikan Ridwan Mukti sebagai Gubernur Bengkulu, 10 Desember 2018 lalu.

Upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi pun dilakukan Rohidin, agar kasus serupa tak kembali terulang, salah satunya dengan menerapkan sistem digital di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bengkulu.

Baca Deno: Kasus Rohidin Mirip UJH

Kendati demikian, ‘badai’ sepertinya belum juga berlalu, ‘badai’ yang selalu berhembus ke orang nomor satu di Provinsi Bengkulu. Tepat di hari pertama pergantian tahun 2018 ke 2019, publik dikagetkan dengan informasi penyegelan kantor gubernur oleh sejumlah kontraktor dan konsultan yang menuntut pembayaran haknya, lantaran telah selesai mengerjakan paket proyek di Dinas PUPR Provinsi Bengkulu.

Rohidin pun langsung memberikan respon cepat dan akan diselesaikan apa yang menjadi tuntutan kontaktor dan konsultan sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku, sehingga tidak ada ada pihak yang dirugikan.

Baca Deno: Kasus Rohidin Mirip UJH, Kadis Kominfo: Beda

Akan tetapi ‘badai’ belum juga berlalu, selang beberapa hari setelah kabar itu berhasil diredam oleh Rohidin sendiri, Jumat 4 Januari 2019 publik Bengkulu kembali geger dengan berita dilaporkannya Rohidin ke Bareskrim Polri oleh Lentera Kedaulatan Rakyat (Lekra). Rohidin dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang terkait upah pungut pajak dan retribusi di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi Bengkulu.

Penulis pun bertanya, apa sebenarnya yang telah ditakdirkan untuk Provinsi Bengkulu? Kenapa ‘badai’ ini tak kunjung berlalu? Agusrin M. Najamudin, Junaidi Hamzah, Ridwan Mukti dan kini Rohidin Mersyah juga diterpa ‘badai’ yang lebih kurang sama. Apakah ini pertanda bahwa Bengkulu akan menjadi provinsi yang maju dan berpengaruh di negeri kita tercinta ini? Siapa yang tahu, semoga saja!

*Penulis adalah Jurnalis GARUDADAILY.com

Baca Gubernur Dilaporkan ke Bareskrim, Sekda: tidak ada penyalahgunaan wewenang

BACA LAINNYA


Show Comments (1)