Pelapor Rohidin ke Bareskrim Kritisi Helmi Hasan

NEWS - Jumat, 3 September 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

GARUDA DAILY – Presiden Lentera Kedaulatan Rakyat (LEKRA) Deno Andeska Marlandone menegaskan praktik menahan ijazah siswa oleh pihak sekolah, khususnya yang banyak terjadi di SMA/SMK atau sederajat saat ini merupakan tindakan yang ilegal. Dan menurutnya wajar ketika persoalan ini muncul ke permukaan kritik pun dilayangkan ke Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, sebab SMA/SMK merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Apalagi pada Pilgub Bengkulu 2020, SPP gratis menjadi salah satu janji politiknya.

Dalam rilis berjudul “Helmi Hasan, “Rumahmu” Juga Berantakan” yang diterima media ini, Deno hanya menyebutkan pelaku kritik adalah Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan dan orang-orang yang berada di lingkungan Helmi, yang olehnya dibahasakan dengan “The Gang (Geng, red)”.

“Kita bersepakat, bahwa menahan ijazah dengan alasan apapun itu tidak diperbolehkan alias tindakan ilegal. Sehingga wajar hal tersebut dikritik habis-habisan oleh Helmi Hasan and the gang. Ya, hitung-hitung menagih janji politik. Supaya Pak Rohidin tidak lupa,” sebutnya.

Namun menurutnya, Helmi juga harus mengakui bahwa penyelenggaraan pendidikan di Kota Bengkulu, khususnya SD/SMP atau sederajat yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bengkulu juga bermasalah. Ia mencontohkan, polemik SDN 62 yang belum usai.

“Helmi Hasan harus secara sportif mengakui bahwa penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Pemerintah Kota Bengkulu juga berantakan alias dipenuhi problem,” katanya.

“Contoh kecil konflik SD 62 yang belum berakhir happy ending, pungutan pada peserta didik dan dulu ada indikasi beasiswa miskin serta beasiswa prestasi yang tidak sampai pada tujuan. Entah raib dimakan tikus atau dimakan kucing air, atau mungkin ditilap sama beruang tanah. Ya, begitulah gambaran sederhana dunia pendidikan di bawah komando sang mantan demonstran ini,” sambung Deno.

Bahkan Deno menyebutkan pungutan liar masih marak terjadi di SD dan SMP di Kota Bengkulu.

“Helmi Hasan harus sadar ia pun teledor dan abai mengurus tugas fokoknya. Hal tersebut terbukti dengan maraknya pungutan liar pada peserta SD dan SMP negeri di Kota Bengkulu. Padahal Helmi Hasan and the gang, pasti mengertilah maksud dari pendidikan dasar/wajib sekolah 9 tahun. Permendikbud 75 Tahun 2016 secara tegas mengatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat yang diampu oleh pemerintah (negeri) dilarang melakukan pungutan dengan bentuk atau nama apapun, apalagi dilakukan oleh komite sekolah, hanya sumbangan yang diperbolehkan,” jelasnya.

“Ingat, sumbangan dan pungutan itu berbeda Pak Helmi. Sumbangan sifatnya sukarela, tidak terpatok bentuk dan nilai serta jangka waktunya. Sedangkan pungutan, bentuk dan nilai serta jangka waktunya ditentukan. Biasanya ditentukan melalui rapat komite bersama wali atau orang tua murid. Ya, seperti SPP, uang bangunan, uang komite, uang osis, uang UKS, dan uang-uang lainnya,” lanjut Deno yang juga seorang demonstran ini.

Selain itu, masih kata Deno dalam rilisnya, mengorganisir pembelian baju seragam pada satu penjahit serta bisnis buku juga tidak diperbolehkan.

“Jika Pak Helmi beserta jajarannya sudah berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya tidak ada lagi peserta didik atau orang tuanya di tahun ajaran baru kasak-kusuk mengumpulkan uang seragam,”

“Gimana Pak Helmi, sumbangan atau pungutan kah yang marak dilakukan kepala sekolah anda?” tanya Deno.

Lebih lanjut, eks aktivis PMII yang pernah melaporkan Gubernur Rohidin pada Jumat, 4 Januari 2019 atas dugaan penyalahgunaan wewenang terkait upah pungut pajak dan retribusi di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Provinsi Bengkulu ini juga mengajak Helmi turut memerdekakan peserta didik SD dan SMP se-Kota Bengkulu dari pungutan.

Baca Rohidin Mersyah Dilaporkan ke Bareskrim

“Itulah gambarannya Pak Helmi. Boleh-boleh saja anda mengingatkan Pak Rohidin. Tapi, jangan sampai anda lupa rumah anda juga berantakan. Mari merdekakan peserta didik SD dan SMP negeri se-Kota Bengkulu dari pungutan-pungutan. Ini tidak hanya soal kemanusiaan Pak Helmi, ini sudah soal perbuatan melawan hukum,” tegasnya.

Ia pun menyarankan Helmi fokus terhadap upaya memperbaiki Kota Bengkulu melalui kerja nyata hingga masyarakat menilai apakah dia layak untuk menjadi the next leader atau tidak.

“Terakhir, boleh-boleh saja Pak Helmi and the gang mengkritik pekerjaan Pak Rohidin. Ya, memang kita selaku hamba tuhan diwajibkan untuk saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Tapi, jangan sampai lupa mengurusi rumah, ya Pak Helmi. Sebab, itu amanah orang banyak loh. Lebih baik Pak Helmi and the gang fokus memperbaiki Kota Bengkulu melalui kerja nyata. Biarlah masyarakat yang menilai kepantasan anda untuk menjadi the next leader,”

“Ingat Pak Helmi, itu baru satu studi kasus loh. Kalau soal rumah saya kebanjiran. Itu soal lain lagi. Minta tolong realisasikan projek pengendali banjirnya pak,” demikian Deno Andeska Marlandone.

Untuk diketahui, Deno merupakan salah satu aktivis pergerakan yang vokal di Bengkulu. Kritik terhadap kebijakan pemerintah atau atas suatu persoalan kerap ia suarakan. Salah satunya saat dia melaporkan Rohidin Mersyah pada awal tahun 2019.

“Kasusnya mirip dengan kasus UJH, terkait SK yang diterbitkan oleh Gubernur Bengkulu, tahun 2017-2018,” kata Deno waktu itu.

Baca Deno: Kasus Rohidin Mirip UJH

Kata Deno lagi, peran Rohidin dalam kasus itu menerbitkan SK yang diduga berakibat pada kerugian negara. Selain itu, Rohidin juga menerima kucuran dana dari upah pungut itu yang diduga berdasarkan SK yang berlaku surut.

“Kalau Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah bisa jadi tersangka dengan kasus yang mirip, kenapa dalam kasus ini tidak bisa jadi tersangka, kita percayakan kepada penyidik Polri untuk mengungkapnya,” ujar Deno.

Dijelaskan Deno, dalam kasus itu, mulanya dibentuk tim pelaksana pemungutan dan besaran insentif pemungutan pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan pajak air permukaan di Provinsi Bengkulu.

Kemudian, lanjut Deno, SK dikeluarkan pada 30 Mei 2018 namun berlaku surut 1 Januari 2018.

“Dalam rentang waktu itu, uang negara ratusan juta dicairkan tidak sesuai mekanisme, namun untuk pembuktian kerugian negara, itu tugas penyidik bersama BPK RI, kita percaya penuh kepada Polri untuk mengungkap kasus ini, sebab bisa jadi ada kejahatan di balik keputusan birokrasi, sementara ini, kami hanya bisa menduga,” tandas Deno.

Baca juga Harapan PP ke Kapolda Baru: Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi Rohidin Mersyah

Dalam perjalanannya, kasus ini sendiri telah dilimpahkan ke Polda Bengkulu. Deno bersama Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kota Bengkulu sempat menggelar aksi demonstrasi di Mapolda Bengkulu pada akhir Februari 2020, salah satu isu yang dibawa adalah perihal kasus yang dilaporkannya ke Bareskrim tersebut. [9u3]

BACA LAINNYA


Leave a comment