Dari Kata Sahabat Hingga Maha Guru Terbaik di Dunia

LITERASI - Jumat, 14 Februari 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Doni S

Nama Ariyono Gumay belakangan ini menjadi salah satu nama yang populer, mewarnai ruang-ruang diskusi di ‘warung kopi’, media sosial, dan menjadi headline di berbagai media massa. Puncaknya setelah ia melayangkan surat ke Walikota Bengkulu Helmi Hasan, meminta orang nomor satu di Kota Bengkulu itu membekukan anggaran pembangunan balai kota atau rumah dinas walikota. Karena kemunculannya tanpa melalui proses pembahasan antara Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Bengkulu. Sederhananya anggaran tersebut diduga ‘siluman’.

Pro dan kontra pun bermunculan menyikapi hal tersebut. Banyak yang mendukung, tak sedikit pula yang justru ‘menyerang’ habis-habisan langkah Ariyono tersebut. Hingga persoalan kop surat pun tak luput dijadikan ‘peluru’.

Penulis, tak akan mereview tentang isi surat Ariyono ke walikota, pernyataan dukungan untuknya, atau bahkan narasi pembelaan dari pihak-pihak yang ‘berseberangan’ dengan Ariyono. Karena penulis meyakini argumentasi tentang itu sudah di luar kepala publik Bengkulu. Kini publik sedang menanti akhir dari ‘drama’ ini, yang sekarang sudah bergulir di Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Bengkulu.

Siapa Ariyono Gumay?

Singkatnya, Ariyono Gumay merupakan Caleg PPP terpilih dari Dapil Kecamatan Gading Cempaka dan Singaran Pati pada Pemilu 2019 lalu. Putra asli kelahiran Kota Bengkulu 27 Desember 1981 silam. Buah hati dari pasangan suami istri Ahmad Rocky dan Ismawati ini adalah seorang pengusaha muda yang sukses di perantauan. Baik dari sektor pertambangan, perhotelan, juga taman wisata.

Sebelum fokus ke sektor itu dan merambah dunia politik, Ariyono sempat menjadi PNS, Penasehat Lembaga Bantuan Hukum, Tenaga Ahli PANGDAM II Sriwijaya dan Tim Indonesian Advisor, yang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN, kini IPDN).

Memilih kembali ke Kota Bengkulu setelah lama di perantauan, Anggota Komisi I DPRD Kota Bengkulu ini ingin menunjukan baktinya untuk Bengkulu, untuk tanah kelahirannya. Baik itu dengan kapasitasnya sebagai seorang pengusaha, ataupun anggota legislatif dengan tiga tugas dan fungsi utamanya, antara lain fungsi pengawasan terhadap eksekutif, Pemerintah Kota Bengkulu.

Oposisi?

Ada yang menyebutnya sebagai ‘tukang kritik’ kebijakan Helmi-Dedy (Walikota dan Wakil Walikota terpilih 2018). Dan tak sepenuhnya salah, karena Ariyono memang kerap mengkritisi Pemkot Bengkulu. Seperti pada saat dirinya menolak rencana pengajuan utang ke Bank Jabar Banten (BJB), hingga Walk Out (WO) di paripurna persetujuan utang.

Tapi Ariyono bukan sekedar menolak, ia turut memberikan saran kepada pemkot untuk lebih mengoptimalisasi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seperti melakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (BJOP) guna meningkatkan potensi PAD dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Tak hanya itu, dia juga menawarkan solusi proyek multiyears dengan syarat tertentu. Di mana proyek tersebut saat lelang disyaratkan dikerjakan dalam satu tahun anggaran, namun pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu 3 atau 4 tahun.

Pada konteks lain, Ariyono juga pernah mengkritisi surat edaran Walikota Bengkulu tentang imbauan larangan perceraian bagi ASN, yang olehnya walikota disebut hanya mencari sensasi dan rasa baru. Sebab aturan soal perceraian ASN memang sudah ada aturannya.

Dalam dunia politik, oposisi merupakan hal yang lumrah, memposisikan diri sebagai golongan di luar kekuasaan. Istilah lain ada yang menyebutnya sebagai golongan penyeimbang. Namun sampai detik ini, Ariyono tidak pernah mencetuskan bahwa dia adalah seorang oposisi.

Kalaupun istilah ini dipaksakan, penulis menilai Ariyono ‘Bukan Sekedar Oposisi’. Ariyono Gumay lebih memposisikan diri sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab terhadap tupoksi utama seorang legislator. Ketika suatu kebijakan layak untuk dikritisi, maka akan dia kritisi. Tapi di sisi sebaliknya Ariyono pun mendukung dan mendorong ketika kebijakan itu memang pantas direalisasikan.

Seperti pada saat dirinya mendukung dan mendorong RSHD Kota Bengkulu untuk memberikan pelayanan gratis kepada warga miskin atau tidak mampu. Sebab tidak semua warga kota mampu membayar BPJS dan mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai. Diakuinya memang selama ini RSHD juga sudah memberikan pengobatan gratis, namun belum menyeluruh. Dan dia mendukung pelayanan kesehatan gratis diberikan kepada seluruh warga miskin. Bayangkan ketika ini terealisasi, bukannya akan memberikan dampak politik yang luar biasa dahsyat kepada Helmi Hasan, yang katanya akan maju di Pemilihan Gubernur Bengkulu 2020.

Sahabat dan Maha Guru

Begitu juga pada konteks Ariyono meminta anggaran balai kota dibekukan dan sejumlah polemik yang lahir. Ada tiga catatan yang ingin disampaikan penulis, pertama, Ariyono bukan menolak pembangunan balai kota, namun lebih ke mengkritisi prosedur kemunculan anggaran tersebut. Dia setuju itu dibangun, tapi nanti di APBD Perubahan 2020, dan melalui prosedur yang benar.

Kedua, ketika menyampaikan hal ini Ariyono mengawalinya dengan kata sahabat. Seorang sahabat yang mengingatkan sahabatnya akan potensi dampak hukum yang terjadi apabila pembangunannya terus dipaksakan. Ketiga, Ariyono mengingatkan kita semua bahwa muslim yang baik tidak akan pernah berdebat, meskipun dalam posisi yang benar. Hal ini diungkapkannya sebagai jawaban atas tantangan debat yang mengemuka.

Penulis berkesimpulan, tidak bijak rasanya kita (pihak-pihak di sana) menghakimi Ariyono sebagai tukang kritik, dewan baru cari muka, oposisi, atau sebutan-sebutan lain yang terkesan subjektif dan tendensius. Sebab fakta-fakta yang telah penulis beberkan di atas, menunjukkan Ariyono bukan sekedar tukang kritik. Dirinya hanya melaksanakan fungsi pengawasannya sebagai perwakilan rakyat, dan menjalankan alasan kembali ke tanah kelahirannya.

Ada kritik yang disampaikan namun solutif, ada kritik yang diutarakan tapi argumentatif. Mengawali kritik dengan kata sahabat, membalas kritik dengan ‘pujian’ Maha Guru Terbaik di Dunia. ‘Yang lain’ Wallahu a’lam.

Penulis: Doni S/Jurnalis dan Warga Kota Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment