Potret MengASIhi di Kabupaten Lebong

OPINI - Kamis, 17 Februari 2022

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Siti Zuliana Fedi*

MengASIhi atau biasa dikenal dengan kegiatan menyusui tentu bukan hal yang asing bagi para perempuan berstatus ibu. Menyusui seperti hal wajib yang mesti dilakukan oleh seorang ibu. Seolah belum lengkap tugas seorang ibu jika ia tidak menyusui. Hal ini membuat kegiatan menyusui oleh sebagian besar masyarakat dianggap hal sepele dan memang sudah menjadi tugas ibu sehingga seperti hanya sekedar rutinitas saja atau kegiatan wajib yang tidak perlu untuk diperhatikan.

Pemberian ASI sangatlah penting untuk tumbuh kembang bayi. Dimana, bayi-bayi inilah yang nantinya akan tumbuh dewasa dan menjadi ujung tombak suatu negara. Sehingga, pemenuhan gizi dan kesehatannya harus diperhatikan sejak dini. Adanya target yang disepakati secara internasional dalam Global Target for Nutrition 2025 oleh Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) yaitu salah satunya meningkatkan angka ASI Eksklusif untuk bayi sampai dengan umur 6 bulan minimal mencapai 50 persen, menunjukkan bahwa dunia sangat memperhatikan kesehatan para calon penerus negara. Hal ini tentu sudah cukup bagi kita untuk melihat betapa pentingnya pemberian ASI khususnya ASI eksklusif pada bayi. Lalu bagaimana andil Kabupaten Lebong dalam mencapai target tersebut?.

Pada akhir 2021 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebong telah merilis salah satu publikasi terbarunya yang membahas tentang Profil Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Lebong Tahun 2020. Dalam publikasi tersebut, ditunjukkan bahwa pada tahun 2020 sebanyak 94,27 persen bayi berusia 0-5 bulan di Kabupaten Lebong telah menerima ASI eksklusif. Persentase ini naik pesat jika dibandingkan dengan persentase pada tahun 2019 yang hanya mencapai 53,08 persen atau telah terjadi peningkatan dari tahun 2019 ke tahun 2020 sebesar 40,47 poin. Hal ini tentu menjadi catatan baik untuk Kabupaten Lebong karena selama dua tahun berturut-turut Kabupaten Lebong telah mampu mencapai target yang ditetapkan oleh World Health Assembly.

Dalam publlikasi itu pula ditemukan bahwa hanya pada golongan ekonomi kuintil terbawah (kalangan miskin) yang persentase pemberian ASI eksklusif nya tidak 100 persen. Sedangkan untuk kelompok ekonomi pada kuintil yang lebih tinggi sudah mencapai 100 persen. Fakta ini memberikan sinyal bahwa kondisi ekonomi yang semakin baik ternyata mampu meningkatkan kesadaran untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.

Selain pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI tetap dibutuhkan bayi minimal sampai dengan usia 24 bulan yang dibarengi dengan makanan pendamping ASI (MPASI). Dalam buku Penuntun Hidup Sehat yang ditulis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), menyebutkan jika bayi terus diberi ASI sampai usia 24 bulan atau lebih maka kesehatan dan perkembangan bayi akan meningkat secara bermakna. Selain itu, Pada Penelitian Suryana, Fitri, Fajri, & Al Rahmad (2019) menyebutkan bahwa Baduta (bayi dibawah dua tahun) yang memiliki riwayat pemberian ASI tidak baik (tidak diberikan IMD, kolostrum, ASI eksklusif, dan tidak mendapatkan ASI sampai batas 24 bulan), memiliki peluang mengalami pertumbuhan tidak normal 6 kali lebih besar jika dibandingkan dengan baduta yang riwayat ASInya baik.

Namun, menurut data BPS Kabupaten Lebong, persentase bayi yang diberikan ASI sampai genap berumur 24 bulan pada tahun 2020 mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 24,82 poin. Dimana pada tahun 2019 persentase bayi yang diberikan ASI sampai berumur 24 bulan adalah sebesar 70,25 persen, sedangkan pada tahun 2020 turun menjadi 45,43 persen.

Selain itu, ditemukan juga bahwa pada rumah tangga dengan kondisi ekonomi menengah atas, persentase bayi yang diberikan ASI sampai genap berumur 24 bulan (35 persen), justru lebih rendah dibandingkan pada rumah tangga menengah ke bawah (40 persen). Hal ini bisa jadi karena rumah tangga menengah atas lebih mampu untuk membeli susu formula atau produk pengganti ASI lainnya sebagai pengganti ASI yang dianggap lebih praktis dan tidak menyusahkan si ibu. Atau kemungkinan lain karena lebih banyaknya wanita karir pada rumah tangga menengah atas yang merasa kesulitan karena kesibukan pekerjaannya untuk memberikan ASI sehingga mencukupkan memberi ASI tidak sampai pada usia bayi 24 bulan dan menggantinya dengan produk penngganti ASI yang lain. Padahal menurut hasil beberapa penelitian, bahwa bayi yang diberikan produk pengganti ASI berisiko lebih tinggi untuk mengalami berat badan berlebihan (obesitas), penyakit kronis seperti penyakit jantung, dibandingkan dengan anak yang tidak diberi produk pengganti ASI (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi, seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah Kabupaten Lebong untuk terus mensosialisasikan, mendorong, dan mendukung para ibu untuk bersemangat dalam memberi ASI kepada bayinya minimal sampai berumur genap 24 bulan, lebih ditekankan pada pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Hal ini karena kesehatan bayi akan berdampak pada kualitas dan kesehatan para penerus bangsa. Para ibu sebaiknya diberikan pemahaman bahwa, mengASIhi bayi (pemberian ASI kepada bayi) bukanlah sekedar pemenuhan hak bayi semata, namun lebih dari itu, ketika ibu mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan mengASIhi, secara tidak langsung, ibu telah turut serta membantu mempersiapkan para penerus bangsa yang berkualitas yang tentunya akan berdampak pada pembangunan negara di masa yang akan yang diharapkan semakin baik. Yuk moms, semangat mengASIhi! karena di tangan kalianlah kualitas generasi penerus bangsa dipertaruhkan.

*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Lebong

BACA LAINNYA


Leave a comment