Lebong 2021: Ekonomi Membaik, Tapi Kemiskinan Terus Naik

OPINI - Sabtu, 12 Maret 2022

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Siti Zuliana Fedi*

Akhir Februari 2021 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebong baru saja merilis angka pertumbuhan ekonomi Lebong tahun 2021. Setelah sebelumnya pada tahun 2020 ekonomi Lebong sempat mengalami perlambatan hingga pertumbuhannya hanya mencapai 0,10 persen. Pada tahun 2021, ekonomi Lebong kembali tumbuh sebesar 3,08 persen. Jauh lebih baik dibandingkan pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Lebong mulai stabil di tengah terus merebaknya pandemi Covid-19. Sektor pertanian masih menjadi sektor penyumbang terbesar dalam perekonomian Lebong yaitu sebesar 41,56 persen.

Namun, meskipun perekonomian Lebong semakin membaik, angka kemiskinan Lebong pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 0,15 poin dari angka kemiskinan tahun 2020 (11,85 persen) menjadi 12 persen tahun 2021. Selama 5 tahun terakhir (dari tahun 2017 sampai 2021), kemiskinan kabupaten lebong hanya sekali mengalami penurunan yaitu pada tahun 2018, setelah itu angka kemiskinan terus mengalami kenaikan sejak tahun 2018 dari sebesar 11,59 persen, angka kemiskinan Lebong terus naik hingga pada tahun 2021 mencapai angka 12 persen.

Secara teori ekonomi, ketika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, seharusnya akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan di suatu wilayah. Hal ini karena, saat pertumbuhan ekonomi meningkat, maka berarti bahwa pendapatan suatu wilayah juga meningkat dibanding tahun sebelumnya, yang seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk wilayah tersebut karena lapangan pekerjaan semakin luas, yang berarti juga, akan keluarlah orang-orang miskin dari jurang kemiskinan. Namun, hal ini hanya akan terjadi jika pendapatan wilayah tersebut terdistribusi dengan baik dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya orang-orang miskin.

Jika masyarakat miskin tidak turut merasakan peningkatan pendapatan tersebut, atau dengan kata lain jika pendapatan itu hanya terdistribusi pada orang-orang kaya saja, maka yang terjadi justru sebaliknya, peningkatan perekonomian tidak akan mampu mengurangi kemiskinan suatu wilayah. Artinya kesejahteraan hanya akan dirasakan oleh kalangan atas, sedangkan orang miskin akan tetap miskin, bahkan akan semakin banyak yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

Saat kondisi ini terjadi, maka suatu wilayah akan terlihat kaya karena ekonomi yang terus tumbuh bahkan semakin baik, seolah wilayah tersebut benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya. Padahal, saat pertumbuhan ekonomi yang baik tidak diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan, maka hal ini merupakan salah satu sinyal bahwa perkonomian suatu wilayah belumlah dikatakan inklusif. Pertumbuhan ekonomi inklusif memungkinkan setiap masyarakat untuk berkontribusi dan merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi eksklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang hanya terkonsentrasi dan menguntungkan sebagian kecil kelompok tertentu. Sepertinya, fenoma inilah yang sedang dialami oleh Kabupaten Lebong.

Untuk melihat suatu perekonomian inklusif atau tidak, dapat dilakukan dengan melihat indikator pertumbuhan inklusif yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan IPM atau dengan menghitung Inclusive Growth Index (IGI). Jika dilihat dari penjelasan sebelumnya, terlihat bahwa perekonomian di Kabupaten Lebong belumlah inklusif. Sehingga, pemerintah daerah Kabupaten Lebong perlu untuk membuat kebijakan agar mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Suistanable Development Goals (SDGs) ke 8 yaitu “Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua”. Pertumbuhan yang inklusif memungkinkan semua masyarakat untuk berkonstribusi dan merasakan berbagai kemajuan serta kesejahteraan dari adanya pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Sehingga, akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah agar perekonomian menjadi inklusif adalah penguatan infrastruktur ekonomi, penguatan sumber daya manusia, penguatan sistem keuangan yang inklusif, serta penguatan tata kelola pemerintahan. Selain itu, dalam mendorong ekonomi inklusif setidaknya ada 3 pilar yang perlu diperhatikan yaitu (1) setiap kebijakan yang ditetapkan harus mampu menciptakan kesempatan kerja dan peluang ekonomi yang produktif, (2) kebijakan yang dibuat harus menjamin akses yang sama untuk semua pelaku ekonomi, dan (3) sebuah kebijakan pembangunan yang dibuat harus mampu mencegah orang-orang miskin jatuh kedalam kemiskinan kronis dan pemerintah perlu menyiapkan mitigasi atas efek-efek yang mungkin terjadi akibat guncangan ekonomi (Zhuang, 2010).

*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Lebong

BACA LAINNYA


Leave a comment