Merawat Tradisi Neron

NEWS - Selasa, 30 Oktober 2018

Konten ini di Produksi Oleh :

Posted on 30/10/2018

Dari kiri: Sucenk dan Zhuan Berendo, Yudha Baros, Doni Garuda Daily serta Tokoh Muda Bengkulu Wahyu Manuma Utama [WMU] menikmati Kopi Neron di Danau Dendam Tak Sudah

GARUDA DAILY – Sore itu, Selasa 30 Oktober, langkah kaki ini menuntun kami ke pelataran BERENDO di Danau Dendam Tak Sudah. Berawal dari postingan salah seorang sahabat yang bercerita tentang NERON, yang baru kami ketahui adalah sebuah tradisi ngopi ngeteh bersama sembari berbagi cerita dan gratis. Tradisi yang mungkin ‘terpinggirkan’ oleh generasi kini, namun mulai dihidupkan kembali demi merawat tradisi.

Tak butuh lama bagi kami merasakan hangatnya tradisi Neron, Dedy Suryadi dan Zhuan Julian yang bisa dikatakan sebagai penggiat Neron ini sudah menyuguhkan kami kopi dan teh, berikut peralatan untuk meracik dan menikmati Neron yang khas, yakni batok kelapa yang telah didesain khusus. “Bikin sendiri,” kata tuan rumah. Ya meracik sendiri kopi yang akan kita minum menjadi salah satu kekhasan tradisi Neron.

Dedy Suryadi yang akrab disapa Sucenk Bae inipun bercerita tentang sejarah singkat Neron. Ternyata Neron merupakan nama seseorang yang tinggal di wilayah Dusun Besar, yang pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai peramu gula merah. Setiap hari dia menyisakan gula merah untuk dinikmati bersama-sama secara gratis. Selanjutnya Neron sempat berubah makna, menjadi sebuah kepedihan.

“Neron berubah makna, Neron lebih pengenalan minum teh dari daun kopi, sambil menggigit gula merah, pada zaman penjajahan Kolonial Inggris. Zaman tanam paksa kopi, dimana penduduk dilarang makan buah kopi, hanya daunnya saja yang diperbolehkan,” ungkap Sucenk.

Keluar dari zaman kepedihan, Tradisi Neron dimaknai sebagai perayaan kemenangan, dengan ngopi ngeteh bersama sembari berbagi cerita dan gratis. Kini Sucenk dan penggiat wisata yang tergabung ke dalam Komunitas Berendo ini berinisiatif menghidupkan kembali tradisi tersebut di Danau Dendam Tak Sudah.

“Kita kembalikan lagi ke sebuah peristiwa budaya yang kita angkat, bagaimana secara sejarah Neron itu gratis, dari sejarah pertamanya adalah ketika dia membuat gula merah terus disisakan untuk diminum bersama. Itu kita mulai hadirkan Neron gratis setiap hari Minggu di Danau Dendam, akan rutin dan seterusnya, yang kita undang seluruh masyarakat Kota Bengkulu, untuk bagaimana kita mempunyai destinasi wisata Danau Dendam Tak Sudah, sebagai masyarakat yang sadar akan wisata membantu peran pemerintah,” kata Sucenk.

Ke depan Neron ditargetkan menjadi ikon wisata di Danau Dendam Tak Sudah, selain Anggrek Pensil.

“Targetnya Neron akan menjadi sebuah ikon, karena dalam sebuah cakupan wilayah wisata itu ada ikon yang ditonjolkan, nah kita masukkan Neron menjadi ikon Danau Dendam Tak Sudah. Selain ikon Danau Dendam adalah Anggrek Pensil, kita juga mengangkat sebuah tradisi yang hadir di sini,” harap Sucenk.

“Dengan Neron menjadi ikon, harapan kita Neron hanya ada di Danau Dendam, setiap pengunjung kita giring merasakan kekhasan Neron, jadi wisatawan tidak hanya menikmati keindahan Danau Dendam Tak Sudah saja, tapi merasakan sesuatu yang berbeda,” lanjut Sucenk.

Tak hanya itu, alat peracik kopi, gelas dan peralatan lainnya yang terbuat dari batok kelapa, yang menjadi ciri khas Neron akan dijadikan souvenir.

“Ini akan kita jadikan semacam souvenir, ketika ada tamu dari luar dia itu membawa Neron (ole-ole) ke kampungnya, bukan hanya membawa cerita tapi bukti bahwa ada sebuah tradisi di Kota Bengkulu,” ujar Sucenk, yang juga menyampaikan hal ini masih menjadi problem karena kesulitan mencari bahan (batok kelapa khusus) untuk produksi souvenir.

Lebih lanjut diakui Sucenk belum ada komunikasi dengan pemerintah terkait upaya merawat tradisi ini.

“Kalau untuk sekarang kita belum lakukan komunikasi dengan pemerintah, karena kita mau tunjukkan dulu sebagai masyarakat, ini yang kami kerjakan dari masyarakat. Tanpa ada embel-embel yang kami bisa lakukan saat ini seperti ini. Ketika kami sudah berjalan setengah tahun, mungkin setahun, baru kami akan mengajukan ke pemerintah. Kami mau tunjukkan bukti dulu, baru kami minta sumbangsih atau sebagainya nanti,” demikian Sucenk.

Sementara itu, Tokoh Muda Bengkulu Wahyu Manuma Utama [WMU] memberikan apresiasi khusus atas upaya merawat tradisi yang dilakukan Sucenk Bae dan kawan-kawan. Apalagi tradisi ini dihidupkan kembali untuk ikut menunjang destinasi wisata Danau Dendam Tak Sudah.

Menurut WMU, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi Neron ketika dilestarikan akan memperkuat identitas Kota Bengkulu dan Danau Dendam Tak Sudah sebagai destinasi wisata. [9u3]

BACA LAINNYA


Leave a comment