Mengembalikan GBHN dan Peran MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara

POLITIK - Rabu, 14 Agustus 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

Andriadi Achmad

GARUDA DAILY – Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Andriadi Achmad, mengapresiasi rencana MPR RI Periode 2019-2024 untuk mengamandemen UUD 1945, khususnya mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang bertugas untuk mementukan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau pola pembangunan semesta berencana sebagai acuan pembangunan jangka panjang Indonesia.

“Saya sangat apresiasi rencana MPR RI Periode 2019-2024 yang berkeinginan untuk mengembalikan peran dan fungsi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, di mana salah satu tugasnya menetapkan GBHN sebagai acuan pembangunan jangka panjang,” ujar Alumni Pasca Sarjana Ilmu Politik FISIP UI ini.

Direktur Eksekutif PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) ini menjelaskan bahwa sebelum amandemen UUD 1945 saat MPR Periode 1999-2004, MPR masih sebagai lembaga tertinggi negara yang bertugas menetapkan GBHN, mengangkat dan memberhentikan presiden serta wakil presiden sebagai mandataris MPR yang memberikan pertanggungjawaban kepada Sidang Umum MPR RI setiap setahun sekali.

“MPR RI Periode 1999-2004 masih sebagai lembaga tertinggi negara, sehingga pada Sidang Umum Istimewa MPR RI tahun 1999 Laporan Pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak. Selain itu, MPR RI masih memilih presiden dan wakil presiden. Tahun 1999 MPR RI mengangkat Gusdur dan Megawati sebagai presiden dan wakil presiden. Setelah itu, tahun 2001 MPR RI menurunkan Gusdur dari kursi presiden dan mengangkat Megawati-Hamzah Haz sebagai presiden dan wakil presiden 2001-2004,” kata Andriadi Achmad.

Baca juga NasDem, Ganjalan Poros PDIP-Gerindra

Mengamandemen UUD 1945 sesuai dengan pasal 37 UUD 1945 memiliki persyaratan. Pertama, usul perubahan diajukan oleh minimal 1/3 Anggota MPR. Kedua, alasan terhadap perubahan pasal tersebut haruslah jelas. Ketiga, sidang MPR harus dihadiri minimal 2/3 anggota MPR. Keempat, keputusan perubahan harus disetujui minimal 50% + 1 Anggota MPR. Kelima, pasal mengenai bentuk negara tidak dapat diubah.

“Amandemen UUD 1945 memiliki persyaratan yang cukup ketat. Mengingat amandemen merupakan hal sangat strategis, sensitif dan fundamental. Jika amandemen dianggap penting dan mendesak, maka menguasai MPR RI adalah pintu masuk untuk mengamandemen UUD 1945,” tegas Andriadi Achmad.

Mengembalikan kekuasaan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara merupakan wacana yang sudah lama bergulir. Sebagaimana kita ketahui pasca amandemen yang menetapkan MPR RI sebagai lembaga tinggi negara sejajar dengan presiden atau lembaga tinggi lainnya, keberadaan MPR RI antara ada dan tiada, nyaris tidak memiliki peran signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan MPR RI hanya bersidang setahun sekali ketika mendengarkan pidato memperingati proklamasi kemerdekaan RI dan pembacaan nota APBN oleh presiden pada 16 Agustus 2019.

“Kehilangan fungsi sebagai lembaga tertinggi negara pasca reformasi, menjadikan MPR RI nyaris tidak memiliki kewenangan bahkan keberadaan MPR RI antara ada dan tiada. Oleh karena itu, mengembalikan kembali marwah MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara merupakan wacana menarik dan mendesak,” tutup Andriadi Achmad. (rls)

BACA LAINNYA


Leave a comment