Lima ‘Catatan Kecil’ tentang Fatmawati

NEWS - Jumat, 31 Januari 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Monumen Fatmawati di Simpang 5 Ratu Samban Kota Bengkulu yang akan diresmikan

5 Februari 1923 silam lahir seorang putri yang namanya tercatat di tinta sejarah Indonesia sebagai Ibu Negara pertama. Menjadi bagian penting perjalanan panjang bangsa ini, menginspirasi banyak perempuan, dan terkenal dengan karyanya sang saka merah putih, sebagai simbol perjuangan dan pemersatu bangsa Indonesia. Dia adalah Fatmawati, Putri Bengkulu yang memiliki nama asli Fatimah, sang perajut bendera merah putih.

Dalam beberapa hari ke depan, tepat di hari kelahirannya, akan menjadi momentum bersejarah bagi segenap rakyat Indonesia. Karena akan diresmikan sebuah monumen, yang berdiri tepat di jantung kota, Simpang 5 Kota Bengkulu. Monumen yang akan menjadi ikon baru Provinsi Bengkulu. Monumen yang akan membawa kita kembali ke masa itu, masa di mana para pendahulu negeri ini berjuang hingga titik darah penghabisan untuk merebut Bumi Pertiwi ini dari tangan penjajah.

Dan lewat lima ‘catatan kecil’ ini, yang diolah redaksi dari tulisan berjudul “Putri Bengkulu, Sang Perajut Merah-Putih Role Model Perempuan Indonesia” kita mengenang Fatmawati:

1. Bukan Sekedar Penjahit Bendera

Fatmawati didaulat sebagai perintis kemerdekaan dan pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000, karena dinilai miliki andil besar dalam proses perjalanan panjang menuju kemerdekaan Republik Indonesia.

Mungkin ada atau banyak yang berasumsi Fatmawati hanyalah perempuan yang menjahit sang saka merah putih, sehingga hanya sedikit keistimewaanya, dan siapapun sebenarnya bisa kalau hanya sekedar menjahit bendera. Namun hingga saat ini belum ada klaim maupun rujukan yang menunjukkan bahwa ada orang yang telah memiliki gagasan akan hadirnya sebuah bendera bagi sebuah kemerdekaan bangsa, kecuali Fatmawati sendiri.

Hal itu menunjukkan Fatmawati bukan hanya sekedar penjahit bendera semata, melainkan pengagas akan hadirnya bendera itu sendiri. Bahkan gagasan itu sudah lama dipikirkan dan disiapkan oleh Fatmawati sejak satu setengah tahun sebelum kemerdekaan. Ini ditunjukkan dalam pernyataan Fatwamati lewat tulisannya yang berjudul “Catatan Kecil Bersama Bung Karno”

“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada seseorang yang hadir di depan kamar tidurku“

2. Peduli Persamaan Hak

“Dimana ada rasa persamaan nasib dan persamaan cita-cita, di situlah tempat yang subur bagi rasa persatuan“ Fatmawati Soekarno, 1949.

Sebuah gagasan Fatmawati yang memimpikan persatuan dengan pemerataan hak, tanpa mempersoalkan perbedaan yang ada. Perempuan kerap dianggap sebagai objek penderita, pelengkap, pasangan hidup yang biasa disebut dengan analogi dapur, pupur dan kasur. Terlebih dalam perspektif masyarakat tradisional. Hal ini tentu berdampak pada posisi perempuan yang kurang berpengaruh dalam konteks sosial dan berbagai bidang ilmu lainnya.

Tentu paradigma itu harus kita ubah dalam konsep berfikir masyarakat Indonesia, namun tidak serta merta dalam waktu yang singkat hal itu akan tercapai. Semua elemen harus bersinergi dalam mewujudkan hal tersebut, khususnya perempuan harus terus memperjuangkannya, seperti yang dilakukan Fatmawati.

3. Sosok Sederhana

Fatmawati mengajarkan kita untuk menjadi sederhana. Dikisahkan bahwa pada awal kemerdekaan tahun 1946, saat Ibukota Indonesia dipindahkan sementara dari Jakarta ke Yogyakarta, Fatmawati memasak sendiri untuk hidangan para pemimpin yang datang. Bahkan ketika pertama kalinya berangkat ke luar negeri, ia harus meminjam beberapa perhiasan dari istri sekretaris negara yang memiliki persediaan perhiasaan. Hal ini dikarenakan Fatmawati tidak memiliki perhiasan apapun.

Fatmawati juga selalu tampil sederhana dengan mengenakan kerudung dan kebaya. Dengan kesederhanaan yang dimilikinya, ia mengajarkan rakyat Indonesia untuk senasib dan sepenanggungan di awal kemerdekaan Indonesia.

4. Berpendirian Teguh

Fatmawati yang pintar mengaji dari kecil sudah diberi pengetahuan agama, bahkan ketika Fatmawati sudah memasuki sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch School) pada tahun 1930, ia tetap belajar agama secara ekstra di Sekolah Muhammadiyah. Dengan semangat terus belajar disertai pengalaman sosial secara tidak langsung, telah membentuk sosok Fatmawati yang kuat sejak dini hingga memiliki pendirian yang teguh.

Ketika Bung Karno menyatakan cinta kepada Fatmawati, ia menolak bukan karena tidak mencintainya, karena saat itu Fatmawati memiliki ketegasan dan berpendirian teguh untuk tidak mau dipoligami, sebab waktu itu Bung Karno masih memiliki istri yang sah, yakni Inggit Garnasih.

Bahkan saat Fatmawati ingin dimadu oleh Bung Karno, Fatmawati memilih meminta cerai, namun karena Bung Karno tidak mau, akhirnya Fatmawati meminta agar mereka berjauhan. Sikapnya yang tegas itu, menyampaikan pesan bahwa perempuan memiliki hak dan status yang sama dengan kaum laki-laki, juga rasa empati yang tinggi terhadap sesama kaum perempuan.

5. Monumenkan Nilai-nilai Perjuangan Fatmawati

Tentu masih banyak hal lain yang dapat dicontoh dan diteladani dari sosok Fatmawati, dan kehadiran Monumen Fatmawati adalah momentum bagi kita untuk kembali mengingat jasa Putri Bengkulu yang sudah berjasa untuk Indonesia. Merefleksikan, meneladani serta meneruskan nilai-nilai perjuangan Fatmawati sebagai salah satu role model, khususnya bagi perempuan Indonesia.

Dan mari kita hentikan narasi yang membangun opini lewat kerangka yang subjektif, mari sambut ikon baru Kota Bengkulu yang akan menjadi pengingat nilai-nilai perjuangan yang sudah ditanamkan Fatmawati di setiap denyut nadi perjalanan bangsa ini. (Adv)

Tim Redaksi

BACA LAINNYA


Leave a comment