Harga TBS Anjlok, Pengamat Ekonomi Pertanian; Koperasi Solusinya !

NEWS - Selasa, 9 Mei 2017

Konten ini di Produksi Oleh :

Prof. Dr. Ir. Ketut Sukiyono, M.Ec

GARUDA DAILY – Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit terus menurun dalam 2 bulan terakhir. Salah satu penyebabnya adalah Uni Eropa memboikot Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah dari kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Keputusan itu ditetapkan setelah Anggota Parlemen Eropa Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan menyatakan sawit sebagai penyebab deforestasi (perambahan hutan secara massal), degradasi habitat, masalah HAM, standar sosial yang tak patut dan masalah tenaga kerja anak. Akibatnya, CPO Indonesia yang sebagian besar pangsa pasarnya adalah negara-negara Eropa, ditolak dan menyebabkan harga terus menurun.

Pengamat Sosial Ekonomi Pertanian, Ketut Sukiyono mengatakan, salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani kelapa sawit adalah membentuk koperasi. Menurutnya, melalui koperasi, selisih harga dari pabrik CPO terhadap harga di tingkat petani dapat lebih ditekan.

“Dengan koperasi, petani bisa mengatur potongan harga di tingkat petani. Pada saat harga sawit jatuh, petani melalui koperasi bisa memangkas potongan harga, bahkan sampai sekecil-kecilnya. Juga ketika harga tinggi, potongan harga bisa ikut tinggi. Manfaatnya juga untuk petani, kan nanti akan di bagi kembali melalui SHU (Sisa Hasil Usaha). Jadi petani dapat mengatur harga maksimum dan minimum secara mandiri, agar ekonomi mereka tidak begitu rentan terhadap fluktuasi harga TBS yang tak menentu,” terang Ketut yang merupakan tenaga pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ini.

Menurutnya, ekonomi petani sangat rentan terhadap penurunan harga kelapa sawit. “Terutama petani plasma, itu sangat rentan. Faktor utamanya adalah saat harga jual TBS turun, biaya produksi tetap. Misalkan saat harga TBS Rp. 1.500 per kilogram, biaya panen Rp. 100 ribu per ton. Nah, ketika harga TBS turun, biaya pemanenan ini kan tidak ikut turun, tetap Rp. 100 ribu. Dampaknya ya penerimaan petani, akan lebih kecil bahkan merugi. Makanya banyak petani kita sawitnya tidak di panen pada saat harga TBS rendah,” ujarnya. (YC)

BACA LAINNYA


Leave a comment