Terikat Tangan Ketika Bersuara, Ancaman Runtuhnya Nilai Demokrasi?

OPINI - Selasa, 19 Juli 2022

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Kiki Vita Apriani*

Peninggalan penjajah yang masih memiliki eksistensi kuat dalam peraturan di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP merupakan peraturan yang dibuat oleh penjajah Belanda dan diadopsi oleh bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan. KUHP ini tetap Exsis dengan memegang eksistensi tinggi dalam regulasi di Indonesia. Sehingga sulit sekali untuk melakukan perombakan, penambahan, bahkan pembatal/penghapusan pasal yang termuat dalam KUHP. Sejak tahun 2019 KUHP mendapat angin-segar yang dapat menyejukkan masyarakat Indonesia dengan dilakukannya kajian ulang pasal-pasal yang termuat di dalam KUHP supaya lebih sesuai dengan adat, tradisi, kebudayaan, dan lain-lain pada masyarakat Indonesia. Pengkajian ulang ini merupakan trobosan baru yang diambil DPR RI setelah beberapa kali menolak untuk melakukan pengkajian ulang terhadap KUHP.

Gerak pasti yang dilakukan oleh lembaga legislatif mengenai kajian ulang KUHP ialah dengan membuat Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). RKUHP menjadi kajian penting dalam rapat DPR RI. RKUHP ini menuai pro-kontra dari kalangan masyarakat. Sehingga perlu banyak perbaikan mengenai isi dan pasal-pasal yang disajikan, supaya tidak terjadi multitafsir. Dari tahun 2019 Sampai tahun 2022 RKUHP mengalami perbaikan penyusunan serta telah dilakukan penundaan oleh Presiden RI. Penundaan ini diupayakan untuk melakukan perbaikan formulasi RKUHP agar dapat lebih mencerminkan kepentingan rakyat dan memberikan kepastian hukum untuk rakyat Indonesia.

Akhir-akhir ini pasal-pasal RKUHP menyeruak kepermukaan. Peraturan yang diciptakan demi kepentingan rakyat tidak diumumkan atau tidak ditampakan kepada masyarakat. Draf perbaikan RKUHP setelah penundaan belum bermunculan kepermukaan, sehingga kritik terhadap pasal yang termuat dalam RKUHP yang akan disahkan ditekan habis-habisan. Transparansi draf RKUHP berdampak pada terjadinya Check and Balance sebagai paradigma negara demokrasi. Oleh sebab itu kritik yang akan timbul dari rakyat sangat dibutuhkan untuk upaya penyempurnaan sebuah regulasi yang menjadikan rakyat sebagai subjek sekaligus objek dalam sebuah peraturan.

Isu krusial mengenai pasal penghinaan menjadi api panas membakar emosi masyarakat. Pasal penghinaan mengambil peran penting dan menciderai nilai-nilai demokrasi dalam pemenuhan HAk Asasi Manusia (HAM) yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat. Regulasi HAM sudah diatur dalam piagam Madinah sebagai konstitusi terbaik dan pertama. HAM menjadi jati diri piagam Madinah, sehingga demi perdamaian dunia HAM dikukuhkan sebagai sesuatu yang sepakat untuk diakui oleh seluruh bangsa. Demi nama diri pribadi dan negara HAM menjadi kebutuhan dasar yang tidak boleh diganggu oleh individu lain maupun badan hukum. HAM mengatur sedemikan komplek tentang individu dan negara. HAM menjadi ujung tombak perlawanan deskriminasi didunia. Sehingga HAM menjadi inti utama negara demokrasi dan demi keselamatan dan ketentraman rakyat.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstiusi (MK) tahun 2006, mengenai penghinaan presiden dinyatakan sebagai pasal inkonstitusional. Bukannya pasal ini dihilangkan untuk menghidari inkonstitusi suatu peraturan, ini malah di kembangkan. Pada pasal RKUHP yang sedang dalam pembahasan memuat pasal-pasal mengenai penghinaan terhadap presiden atau Lembaga negara. Banyak pasal yang telah di re-kodifikasi dalam RKUHP sebagai penyesuaian perkembangan masyarakat masa sekarang. Namun, pemangkasan pasal hendaknya berdasarkan kepentingan rakyat. Hendaknya hak-hak rakyat dalam re-kodifikasi KUHP ini tidak di pangkas, harusnya diperbaiki dan di perbanyak mengenai hak-hak rakyat Indonesia.

Indonesia memegang slogan “dari rakyat untuk rakyat kembali ke rakyat”, artinya semua keputusan, kebijakan, bahkan ketetapanpun akan kembali kepada rakyat, artinya rakyat menjadi objek sekaligus subjek dalam pemerintahan, sehingga sah dan wajib jika dalam semua proses pengambilan kebijakan ada sumbangsi rakyat melalui kritik atau demonstrasi dilakukan. Demonstrasi dan kritik adalah salah satu alternatif bagi rakyat terutama kaum milenial untuk mengiring lajunya pengambilan kebijakan yang ada negeri ini. Kaum milenial menjadi pondasi utama bagi perubahan negara dalam mensejahterakan rakyat. Penyampaian kritik adalah salah satu cara rakyat untuk ambil-adil dalam proses penetapan hukum serta kebijakan yang di ambil oleh elit pemerintah.

Pasal-pasal RKUHP menegenai penghinaan presiden dan wakil presiden serta Lembaga negara dan demonstrasi dapat dipenjara yaitu :

Pasal 218
1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Penjelasan Pasal 218
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden. Kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan Presiden dan Wakil Presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut. Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang obyektif. Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan Wakil Presiden lainnya. Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada Presiden dan Wakil Presiden atau menganjurkan penggantian Presiden dan Wakil Presiden dengan cara yang konstitusional. Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 240
Setiap Orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Penjelasan Pasal 240
Yang dimaksud dengan “kerusuhan” adalah suatu tindakan Kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menimbulkan keributan, keonaran, kekacauan, dan huru-hara.

Pasal 256
Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Penjelasan Pasal 256
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” termasuk antara lain terganggunya pelayanan publik.

Pasal 351
1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Penjelasan Pasal 351
Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini. Yang dimaksud dengan “kekuasaan umum atau lembaga negara” antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan 56 Perwakilan Rakyat Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, atau pemerintah daerah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Kritik, penyampaian pendapat, demonstrasi dan aksi semacamnya bukan untuk menjatuhkan pemerintah tapi memberi masukan berupa ide yang di sampaikan oleh rakyat sebagai upaya penyempurnaan keputusan atau kebijakan yang diambil.

Kritik dan hinaan dua hal yang berbeda, baik dari segi penafsiran maupun perbuatan. Menurut KBBI kritik adalah kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sedangkan penghinaan adalah proses, cara, perbuatan menghina(kan); menistakan.

kritik disampaikan karena adanya ketidak teraturan pengambilan kebijakan atau ada celah kebijakan yang merugikan masyarakat. Penghinaan ialah penyampaian celaan yang di tujukan oleh seorang atau sekelompok orang kepada pribadi tertentu. Kritik disampaikan untuk menjaga keseimbangan bernegara dalam negara demokrasi, yaitu dengan cara menjalankan check and balance, sebagai pemenuhan negara nilai-nilai demokrasi.

Check and balance dilakukan untuk menguatkan eksistensi antar lembaga sebagai lembaga yang saling mendukung dan menyemangati begitupun rakyat. Rakyat sebagai pemenang kekuasaan tertinggi dapat melakukan pengawasan terhadap wakilnya dan pemimpin-pemimpin pemerintahan dengan cara memberi kritikan terhadap laju dan jalannya fungsi masing-masing roda pemerintahan. Kritik disampaikan hendaknya menjadi masukan untuk pemimpin-pemimpin negara bukan menjadi keresahan. Karena hakikatnya kritik itu sudah menjadi keresahan masyarakat, jadi tidak pantas jika menjadi keresahan pemimpin-pemimpin negara pula.

Kritik yang disampaikan pada saat demonstrasi dengan menutup Sebagian jalan dan membuat keramaian serta huru-hara adalah alternatif terbaik Ketika upaya pemberian pendapat dari jalan lain tidak diindahkan, sehingga hendaknya para demonsran yang melakukan demonstrasi yang menyampaikan suaranya tidak boleh dipenjara ataupun diberi denda. Pengambilan kebijakan yang dapat merugikan rakyat, wajar dan sah jika rakyat menolak atau memberontak. Sehingga penyampaian kritik ini tidak boleh dihukum. Pasal-pasal yang memuat hukuman ini mencidrai nilai-nilai demokrasi yang sudah diusahakan untuk dilakukan sebaik mungkin. Demokrasi, salah satu intinya ialah kemerdekaan berpendapat, jika di tekat kemerdekaan pendapatnya maka, perlu kita diskusikan kembali tentang demokrasi yang berlaku di negara ini. Negara demokrasi atau negara aristokrasi yang berlaku di negara yang berada di garis khatulistiwa (equator) ini sebagai negara hindia belanda.

Pohon dipangkas untuk menekan keteraturan laju cabang untuk membentuk keindahan yang diinginkan. Namun pemangkasan tidak dilakukan sampai keakar. Jika demikian bukan pemangkasan, tapi pencabutan. Begitupun dengan regulasi, jika di pangkas habis-habisan bukan untuk mengkodifikasi peraturan, tapi mencabut peraturan tersebut dengan melepaskan hal-hal mendasar di dalamnya.

*Penulis adalah Alumni UIN Fatmawati Soekarno Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment