Surat Terbuka untuk Kapolda Maluku Utara

LITERASI - Kamis, 5 November 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Mahmud Marhaba*

Saya dikagetkan atas berita yang saya terima dari wartawan kami di Media Siber Kabarpublik.id (Malut.kabarpublik.id) Iswadi Hasan, selaku Koordinator Wilayah di Maluku Utara yang melaporkan jika dirinya hari ini, Kamis, 5 November 2020 akan memberikan keterangan kepada pihak Kepolisian Resort Tidore Kepulauan (Tikep) setelah menerima surat panggilan dari Penyidik Satuan Reskrim Polres Tikep Polda Maluku Utara terkait laporan hasil karya jurnalisitik.

Surat tertanggal 3 November 2020 dengan nomor B/213/XI/2020/Reskrim perihal undangan klarifikasi atas laporan dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong (Hoaks). Saya pun memberikan semangat kepada wartawan itu dan berusaha untuk menyuruhnya tetap tenang menghadapi panggilan polisi tersebut.

Surat Kepolisian Tikep itu berawal ketika wartawan kami, Iswan Hasan, yang saat itu sebagai wartawan Wartawanonemerah.com melakukan liputan atas demo yang dilakukan oleh ASN kepada wali kota mereka sendiri yang menuntut adanya dugaan pemangkasan dana PTT senilai Rp 75 miliar, Senin, 12 Oktober 2020 lalu. Berita video dengan judul “Ribuan ASN Geruduk Kantor Walikota dan DPRD Tikep” berujung hingga ke laporan Kepolisian. Berita video tersebut disebarkan oleh wartawan kami melalui grup WhatsApp serta media lainnya. Oleh pelapor yang merupakan ASN di Tikep hasil karya jurnalistik itu dianggap hoaks. Padahal Iswadi hanya melaporkan sebuah fakta peristiwa di lapangan secara audio visual.

Menurut hemat saya, tindakan ASN yang melaporkan penyebaran hasil karya jurnalistik yang dianggap sesuatu yang hoaks adalah sebuah kewajaran dan itu merupakan hak seseorang. Namun, tentunya ini wajib ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Tikep dengan berlandaskan kepada regulasi yang sudah disepakati bersama antara Kepolisian dengan Dewan Pers, yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian tahun 2017 nomor B/15/II/2017, yang ditandatangani bersama pada Hari Pers Nasional di Ambon, Maluku tanggal 9 Februari 2017.

Melalui surat terbuka kepada Kapolda Maluku Utara yang membawahi Polres Tidore Kepulauan saya mengingatkan kembali prosedur penanganan sengketa pers sehingga apa yang dilakukan oleh Kepolisian dan Dewan Pers tidak akan sia-sia dan tidak berdampak pada pencederaan kemerdekaan pers di tanah air.

Hanya mengingatkan saja, jangan sampai kita semua lupa atas kesepakatan yang sudah dilakukan oleh kedua lembaga negara terkait penanganan aduan sengketa pers di tanah air.

Pasal 4 dari Nota Kesepahaman itu menjelaskan bahwa (1) Para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2)Pihak kedua apabila menerima pengaduan dengan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara media/wartawan dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap, dan berjenjang mulai dari penggunaan hak jawab, hak koreksi pengaduan kepada pihak kesatu maupun proses perdata.

Pasal 4 ini sangat jelas menekankan adanya koordinasi yang wajib dilakukan oleh Kepolisian (pihak Kedua) ke Dewan Pers. Seyogyanya, pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Tidore Kepulauan wajib melakukan konsultasi dengan Dewan Pers atau minimal bertukar pikiran dengan ahli pers dari Dewan Pers yang ada di daerah masing-masing, meski jumlahnya sangat terbatas.

Hal ini dipertegas kembali pada pasal 5 yang memberikan penekanan untuk dilakukan koordinasi dengan pihak Dewan Pers. (1) Pihak kesatu apabila menemukan dan/atau menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers maka melakukan koordinasi dengan pihak kedua. (2) Pihak kedua apabila menerima laporan masyarakat tekait adanya dugaan tindak pidana di dunia pers maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan pihak kesatu untuk menyimpulkan kegiatan tersebut adalah tindak pidana atau pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.

Maka penting untuk diketahui oleh pihak Kepolisian terkait dengan Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/VII/2017 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers.

Peraturan Dewan Pers ini memberikan penjelasan terkait prosedur pengaduan hasil karya jurnalistik yang wajib dijadikan landasan berpijak pihak Kepolisian dalam menangani laporan hasil karya jurnalisitik.

Pasal 1 ayat (2) dan (3) sangat jelas menjelaskan terkait pengadu dan teradu. (2) Pengadu adalah seseorang atau sekelompok orang, atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas hal-hal yang terkait dengan karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan Pers. (3) Teradu adalah wartawan, perusahaan pers, seseorang atau sekelompok orang, atau lembaga/instansi yang diadukan.

Sementara pada ayat (6) menjelaskan terkait hasil karya jurnalisitik yakni hasil kegiatan jurnalistik yang berupa tulisan, suara, gambar, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik dengan menggunakan sarana yang tersedia. Sementara pada ayat (7) lebih menitikberatkan pada penjelasan kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan, yakni berupa kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia dalam rangka menjalankan tugas, peran, dan fungsi pers sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam hal Kepolisian meminta keterangan kepada pihak media terkait hasil karya jurnalsitik, maka wajib untuk diketahui jika yang berhak memberikan keterangan adalah penanggung jawab media, bukan wartawan sebagaimana yang dilakukan oleh pihak Polres Tikep. Tindakan memanggil wartawan untuk dimintai keterangan soal hasil karya jurnalistik adalah sebuah kesalahan prosedur yang dapat mengancam dan membahayakan sendi-sendi kemerdekaan pers dan hak asasi manusia.

Untuk itu, melalui surat terbuka kepada Kapolda Maluku Utara ini saya berharap agar persoalan yang dilaporkan ASN Tidore Kepulauan ke Kepolisian Tikep penting untuk ditinjau kembali sebelum penanganan ini jauh melampaui batas-batas kewenangan yang berakibat pencederaan terhadap sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak Kepolisian dan Dewan Pers.

*Sekjen JMSI Pusat

BACA LAINNYA


Leave a comment