NasDem, Ganjalan Poros PDIP-Gerindra

POLITIK - Selasa, 13 Agustus 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

PDIP-Gerindra-NasDem/net

GARUDA DAILY – Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Andriadi Achmad menilai Nasdem adalah ganjalan utama terbentuknya poros PDIP-Gerindra. Pasalnya setelah kedekatan PDIP-Gerindra, terlihat rentan terjadi perang urat syaraf antara politisi Nasdem versus PDIP-Gerindra. Beberapa waktu lalu manuver Nasdem dengan melakukan pertemuan tertutup dengan Gubernur Anies Baswedan, secara jelas pada pilkada 2017 dicalonkan Gerindra-PKS. Begitu juga kader PDIP Walikota Surabaya Risma didorong untuk maju Pilkada DKI Jakarta tahun 2022. Bahkan Nasdem mempelopori pertemuan antara parpol (PKB, PPP, Golkar) pendukung Jokowi-Ma’ruf minus PDIP.

“Sebenarnya ada apa dengan Nasdem, setelah kedekatan PDIP-Gerindra. Sepertinya Nasdem cemburu buta atas peristiwa tersebut. Seolah tidak rela dimadu oleh PDIP. Terlihat perang argumen antara politisi Nasdem versus PDIP-Gerindra. Kemudian manuver politik seperti pertemuan dengan Anies Baswedan dan mengumpulkan parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf tanpa kehadiran PDIP dan lain-lain,” Ujar Andriadi Achmad.

Baca juga Menyongsong Pilgub Bengkulu 2020 dan Terbentuknya Tiga Poros Utama

Menurut Andriadi Achmad, manuver politik yang dipertontonkan Nasdem sebenarnya ingin menunjukkan bahwa Nasdem punya bergaining position di hadapan koalisi yang dipimpin PDIP. Dalam artian, keberadaan Nasdem tidak bergantung terhadap PDIP baik di hadapan pemerintah Jokowi-Ma’ruf maupun di parlemen. Bahkan sinyalemen kuat, jika terjadinya rekonsiliasi atau koalisi Gerindra ke PDIP. Maka tidak menutup kemungkinan Nasdem akan mempelopori terbentuknya poros oposisi baru dengan mengajak Golkar, PPP dan PKB.

“Nasdem ingin menunjukkan bergaining positionnya di hadapan PDIP, tidak adanya ketergantungan baik di pemerintah maupun di parlemen. Jika betul terbentuk koalisi PDIP-Gerindra baik di Pemerintah maupun parlemen. Nasdem bisa saja mempelopori terbentuknya poros opisisi dengan mengajak Golkar, PPP, dan PKB. Kalo melihat kecenderungannya, Golkar, PPP, dan PKB sulit untuk menerima tawaran tersebut. Nasdem cenderung akan sendiri mengambil jalan oposisi,” terang Alumni Pasca Sarjana Ilmu Politik UI ini.

Baca juga Lonceng Kematian Demokrasi di Indonesia

Prediksi Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) ini, jika terbentuknya koalisi antara PDIP-Gerindra, kemudian Nasdem mengambil jalan oposisi. Maka besar kemungkinan sekutu setia Gerindra yaitu PKS akan mengikuti jejak sang kakak tertua masuk dalam koalisi di pemerintahan ataupun parlemen. Nasdem akan berada sendiri kesepian di jalan oposisi.

“Saya berpandangan, jika koalisi antara PDIP-Gerindra betul-betul akan terbentuk. Maka sang adik setia “PKS” akan mengikuti jejak sang kakak “Gerindra” masuk dalam koalisi. Tidak menutup kemungkinan dan sangat menarik nanti jika Nasdem mengambil peran sebagai Oposisi,” Ungkap Andriadi Achmad.

Baca juga Dilema Kongres V PDIP, Mega atau Puan?

Sebuah adagium “Tidak ada matahari kembar” sebenarnya terlihat dalam koalisi pendukung Jokowi-JK di pilpres 2014 dan Jokowi-Ma’ruf Amin di pilpres 2019. Megawati dan Surya Paloh adalah matahari tersebut, terlihat saling bersaing dalam memperbutkan posisi the king maker dalam koalisi. Kegerahan inilah yang menimbulkan ketidaknyamanan Megawati-PDIP atas Surya Paloh-Nasdem. Oleh karena itu, pasca pilpres 2019 menjadi puncak ketegangan antara Megawati-Surya Paloh dan terlihat berujung pecah kongsi.

“Tidak ada matahari kembar, Megawati versus Surya Paloh, matahari tersebut yang saling memperebutkan posisi the king maker dalam koalisi. Sebenarnya sejak pilpres 2014 dan puncak ketegangan antara Megawati versus Surya Paloh pasca pilpres 2019 ini. Tentu pada akhirnya pecah kongsi dan berpisah,” demikian Andriadi Achmad. (rls)

BACA LAINNYA


Leave a comment