Menilik Keputusan Helmi di Gejolak SDN 62 dan Pilkada 2018

TAJUK - Selasa, 10 September 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

Menilik Keputusan Helmi di Gejolak SDN 62 dan Pilkada 2018

Gejolak SDN 62 Kota Bengkulu belum usai, meski polemik ini sudah sampai pada tahapan dibukanya segel dan penutupan akses oleh pihak ahli waris dengan sejumlah poin kesepakatan, namun langsung di ‘counter attack‘ oleh kesepakatan moratorium antara Pemerintah Kota Bengkulu dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Indonesia.

Intinya Walikota Bengkulu Helmi Hasan tetap bertahan dengan keputusannya untuk membangun gedung SDN 62 Kota Bengkulu yang baru. Murid SDN 62 tetap direlokasi sementara waktu di sekolah lain, dan Komnas memberikan waktu selambat-lambatnya satu tahun untuk Pemkot membangun gedung sekolah yang baru.

Helmi terkesan menutup pintu diskusi, juga proses penjaringan aspirasi, seakan-akan tidak ada solusi lain. Helmi saklek dengan keputusannya, tanpa adanya upaya menghadirkan semua pihak yang berkepentingan, untuk kemudian membicarakannya lebih lanjut.

Padahal, Helmi sendiri sepertinya tahu tidak ada yang benar-benar saklek dalam proses pengambilan keputusan, seperti saat Pilkada 2018. Publik masih mengingat dengan jelas waktu itu Helmi gamang dalam memilih, apakah maju sebagai Calon Walikota Bengkulu, atau pulang ke kampung halaman, maju sebagai Calon Wakil Gubernur Lampung.

Sempat berpamitan meninggalkan Kota Bengkulu, namun urung, Helmi luluh karena warga kota masih menginginkannya, dan terbukti dia kembali terpilih untuk kedua kalinya. Kendati dirinya justru hampir tidak sama sekali mengikuti tahapan kampanye.

Hingga pada prinsipnya, tidak ada yang benar-benar saklek pak wali. 220 wali murid yang mewakili anak-anak mereka masih enggan bersekolah di sekolah sementara yang menjadi solusi Pemkot. Ratusan anak murid masih menjalani kegiatan belajar mengajar tanpa guru. Beruntung masih ada kalangan mahasiswa dan aktivis yang bersedia menjadi guru relawan. Upacara bendera terakhir yang mereka laksanakan, dipimpin oleh wali murid itu sendiri.

Dan ada baiknya Walikota Bengkulu, paling tidak, membuka ruang diskusi, dengarkan aspirasi, ajak semua pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam polemik ini untuk kembali membicarakan ulang tentang SDN 62. Dengan harapan ada hati yang sedang tak menyatu, menjadi satu. Demi siapa? Bukan demi pemerintah, bukan demi ahli waris, bukan demi wali murid, bukan demi mahasiswa dan aktivis, tapi demi nasib pendidikan ratusan siswa-siswi SDN 62 Kota Bengkulu.

TAJUK

BACA LAINNYA


Leave a comment