Jangan Baper … !!!

TAJUK - Jumat, 26 Juni 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Helmi Hasan dan Dempo Xler

Statement ‘Kehancuran Bengkulu’ oleh Dempo Xler mewarnai hangatnya kontestasi Pilgub Bengkulu 2020 yang oleh sejumlah pihak diprediksi berakhir head to head antara Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan.

Dempo merupakan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari PAN hasil Pemilu 2019. Peraih suara terbanyak di Kota Bengkulu, lebih kurang 13.600. Usai mendampingi Helmi ke DPP Partai Demokrat bertemu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ia berujar “Jadi, PAN dan Demokrat ini sudah seperti keluarga. Ikatan emosionalnya sangat erat sekali. Selain itu, kami juga memiliki visi perjuangan yang sama untuk membangun Provinsi Bengkulu. Koalisi ini seperti upaya membangun “Perahu Nabi Nuh” yang dibuat dengan kokoh dan kuat dengan tujuan untuk menyelamatkan bengkulu dari kehancuran,” RMOL.id, Kamis, 25 Juni 2020.

Sontak narasi yang dilontarkan Dempo mendapat kritikan hingga kecaman dari berbagai pihak termasuk Kubu Petahana. Salah satunya Harmen Kamarsyah, yang menilai ujaran Dempo tersebut begitu tendensius dan tidak menghargai perjuangan sembilan gubernur terdahulu, termasuk Gubernur Bengkulu saat ini.

Sah-sah saja mengkritisi, mengecam, atau bahkan ramai-ramai menghujat wakil rakyat kita itu. Tapi rasa-rasanya kurang afdol jika kritikan, kecaman, dan hujatan itu tanpa melalui proses tabayyun terlebih dahulu.

Begitu juga dalam konteks kerja-kerja Jurnalistik, Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyebutkan “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”

Korelasi antara proses tabayyun dan Pasal 3 KEJ adalah bagaimana menjernihkan makna di balik kata ataupun narasi yang dikemukakan. Penting untuk mengetahui makna dan pesan tersirat yang terkandung di balik kata ‘Kehancuran Bengkulu’.

Sebab mungkin saja Dempo melihat potensi kehancuran itu. Masih hangat di ingatan kita peristiwa pembunuhan yang melibatkan pasangan Homo di Desa Susup Kecamatan Merigi Sakti Kabupaten Bengkulu Tengah Mei lalu. Bisa saja ini menjadi salah satu alat pertimbangan Dempo mengeluarkan pernyataan itu.

Pembunuhan itu mengungkap fakta bahwa ada kaum LGBT di Bengkulu. Sebelumnya ada kasus oknum guru SD swasta di Kota Bengkulu yang mencabuli dua muridnya sendiri, dan itu murid sejenis. Di mana juga mengungkap prilaku seks menyimpang. Belum lagi sederet kasus lainnya.

Fenomena LGBT tersebut tidak kita ketahui seperti apa sebarannya. Masih ingat kisah Allah SWT mengazab Kaum Sodom?

Lantas apakah Dempo menjadikan hal ini sebagai salah satu faktor hingga mengeluarkan statement ‘Kehancuran Bengkulu’? Wallahualam. Atau bisa jadi mantan Aktivis Mahasiswa itu punya alasan-alasan dan dasar pemikiran sendiri terhadap apa yang ia ucapkan. Dan itu penting untuk diketahui, agar menjadi bahan diskusi bersama, yang kemudian melahirkan solusi untuk Bengkulu.

Poinnya, narasi yang dibangun Dempo berdiri tunggal, tanpa rujukan siapa individu atau kelompok yang akan menghancurkan Bengkulu. Juga tanpa penjelasan, kenapa Bengkulu akan hancur. So, Jangan Baper … !!!

BACA LAINNYA


Leave a comment