Helmi Hasan: Antara Fitnah, Cinta, dan Doa

LITERASI - Rabu, 9 September 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Bang Hend*

Fenomenal, Inspirator, dan Visioner, kalau boleh begitulah saya menggambarkan sosok seorang Helmi Hasan. Tokoh muda yang menjadi panutan banyak orang. Di usia yang belum genap paruh baya, pria berjanggut lebat ini telah memberikan sederet prestasi. Langkah politik yang diambilnya dibangun dari keaktifan organisasi di bangku kuliah, menjadi anggota DPRD kota Bengkulu, anggota DPRD Provinsi Bengkulu, kemudian Wali Kota Bengkulu 2 periode. Karir politik yang nyaris sempurna.

Saya tidak akan “flash back” terlalu jauh, saya rasa cukup dimulai pada saat Helmi Hasan menjabat Wali Kota Bengkulu pada periode awal. Masih kental dalam ingatan saya, bagaimana Helmi Hasan begitu membumi dengan jargon “APBD Untuk Rakyat”. Menggunakan kendaraan dinas wali kota, Wakil wali kota, dan para unsur Pimpinan DPRD Kota Bengkulu yakni hanya Kijang Innova.

Kenapa harus Innova? Helmi waktu itu menjawab, APBD itu bersumber dari uang rakyat dan penggunaanya harus berpihak kepada rakyat. Program 1000 jalan mulus, Jemput Sakit Pulang Sehat Insya Allah, dan Satu Miliar Satu Kelurahan (Samisake) menjadi mercusuar pengimplentasian APBD untuk rakyat.

Itu saja? Tentu saja tidak, pria kelahiran Provinsi Lampung 40 tahun silam ini bahkan sempat membuat geger seantero jagat. Sayembara berhadiah bagi semua warga Bengkulu yang mengerjakan Salat Zuhur setiap hari Rabu selama 40 kali tanpa putus di Masjid Akbar At Taqwa, Kota Bengkulu. Sederet hadiah pun disiapkan, mulai mobil pribadi sang wali, motor dari para donatur, dan umrah menjadi motivasi.

Banyak yang bersemangat mengikuti sayembara ini tapi banyak pula yang mencemoohnya. Helmi pun dicaci dan di fitnah. Azan sosial sang wali pun menjadi sorotan selama beberapa waktu. Bahkan ada massa yang melakukan demo hingga tudingan aliran sesat kepada Helmi. “Niat saya hanya ingin memakmurkan masjid dan ada sedikit kerisauan dengan perkembangan umat saat ini,” itu jawabnya kala itu.

Helmi sangat yakin, jika masyarakat suatu negeri taat menjalankan agama maka negeri itu akan diberikan keberkahan. Strategi untuk membiasakan ibadah salat berjemaah untuk masyarakat itulah agar Bengkulu semakin religius.

Tudingan miring dan nada-nada ketidaksukaan, dijawab Helmi dengan program-program kerakyatan. Jalan-jalan hingga gang-gang kecil dihotmix. Mobil dinas wali kota disulap menjadi ambulans mendadak untuk menjemput warga yang sakit dan tidak mampu untuk dibawa ke rumah sakit.

Sebagian warga yang kesulitan ekonomi dan belum mendapatkan pekerjaan diberikan stimulus melalui program Samisake.

Menutup periode pertamanya bersama Patriana Sosialinda, Helmi membuat sentuhan yang monumental. Kantor Wali Kota Bengkulu “disulap” menjadi Rumah Sakit Daerah Kota Bengkulu. Urusan birokrasi pun berpindah ke kawasan Bentiring Permai. Kantor Bappeda Kota Bengkulu berubah menjadi Kantor Wali Kota Bengkulu. Hal ini dilakukan agar masyarakat (terutama yang kurang mampu) dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.

Mendekati klimaks, Helmi kembali terpilih menjadi Wali Kota Bengkulu untuk kedua kalinya. Kali ini dia menggandeng Dedy Wahyudi, seorang jurnalis senior di Bengkulu. Terpilih kedua kali pun tidak lepas dari kontroversi.

Dalam masa pencalonan, Helmi sempat enggan untuk mencalon kembali jadi Wali Kota Bengkulu. Helmi sempat dikabarkan pulang ke Lampung untuk menjadi Calon Wakil Gubernur Lampung. Saat itu masyarakat Kota Bengkulu sempat merasa kehilangan sosok yang visioner dalam membangun Kota Bengkulu.

Helmi bahkan meninggalkan Kota Bengkulu. Informasi keberadaan dirinya sempat simpang siur. Sejumlah masyarakat yang merasakan langsung pertolongan dan manfaat yang diberikan Helmi selama menjadi Wali Kota Bengkulu pun memberanikan diri ke KPU Kota Bengkulu. Mereka berbondong-bondong mendaftarkan Helmi Hasan sebagai Calon Wali Kota Bengkulu.

Di masa kampanye pun, Helmi meninggalkan Kota Bengkulu. Dia melakukan perjalan spiritual, khuruj di kawasan Kamboja selama 4 bulan. “Apa yang sudah tertulis di langit tidak akan berubah,” yakinnya kala itu. Tanpa melakukan kampanye, Helmi pun kembali duduk sebagai Wali Kota Bengkulu menyingkirkan 3 pasangan lainnya dengan 32,86 persen suara.

Irhamu man fil ardl yarhamkum man fis sama (Sayangilah semua yang ada di Bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu) (HR. At-Thabrani), ini menjadi bagian dari keyakinan Helmi, bahwa apa yang didapatkannya sekarang karena dia tulus mencintai dan menyanyangi masyarakat Kota Bengkulu karena Allah SWT.

Program pro rakyat jilid II pun berlanjut sebut saja 1000 jalan mulus, Gerakan Peduli Yatim (GPY), Gerakan Peduli Siswa (GPS), kendaraan dinas wali kota dan wakil wali kota untuk pernikahan warga dan masih banyak lagi.

Sejumlah program tersebut pun banyak yang diadaptasi oleh pemerintah daerah lainnya. Seperti Wakil Bupati Kabupaten Bandung Barat yang menyiapkan kendaraan dinasnya untuk pernikahan warganya di hari Sabtu dan Minggu. Pemkot Semarang dan juga Pemkot Bekasi pun melakukan hal yang sama.

Kecintaan terhadap masyarakat juga dibuktikan Helmi dengan meng up grade Rumah Sakit Daerah Kota Bengkulu yang saat ini berubah nama Rumah Sakit Harapan dan Doa. Mulai dari alat, tenaga medis, dan pelayanan.

Di RS ini, pasien bisa mendapatkan fasilitas salon kecantikan ketika dinyatakan boleh pulang ke rumah. Semuanya gratis tanpa bayaran. Pasien yang datang diutamakan untuk dilayani dengan prima. “Rumah sakit ini untuk seluruh warga Kota Bengkulu dengan layanan prima rasa bintang lima,” papar Helmi.

Ini hanya sekelumit cerita dan rasa apa yang terjadi di Kota Bengkulu. Saya rasa, akan sangat egois jika kebahagiaan itu hanya dirasakan di sini. Lihatlah bagaimana kegundahan Helmi ketika Covid menyerang Kota Bengkulu, tidak perlu pikir panjang dan birokrasi berbelit. Helmi dan wakilnya memberikan bantuan Beras dan Mie. Itu pun masih dipelintir dengan kalimat cari panggung atau pencitraan. Tapi Helmi tetap berkeyakinan bahwa manusia apalagi seorang Amir (pemimpin) itu harus melindungi dan memberikan rasa aman bagi warganya. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (HR. Ahmad, At-Thabrani Ad-Daruqutni).

Semua yang mencemooh pun hanya terdiam ketika Helmi memikul beras dan mie langsung menuju rumah-rumah warga. “Warga cukup di rumah saja, biar kami yang mengantarkan beras dan mienya,” tegasnya.

Saya kira, sungguh tidak adil jika semua kebaikan-kebaikan yang diterima warga Kota Bengkulu tidak dirasakan oleh masyarakat di daerah lain di pelosok Bengkulu. Helmi telah bersedekah melalui dirinya dan pikirannya, Religius dan Bahagia itu perjuangannya. Di antara fitnah dan cinta, biarkan asa dan doa yang “bertarung di langit”.

*Penulis adalah seorang Hamba Allah

Artikel ini telah tayang di PedomanBengkulu.com

BACA LAINNYA


Leave a comment