Etika Dalam Menggunakan Teknologi Digital

OPINI - Minggu, 5 Juni 2022

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Aisyah Erja Della*

Ketika berbicara etika digital, ada tiga hal yang patut dibahas:
(1) Apa itu etika digital
(2) Bagaimana seharusnya etika berdigital?
(3) Bagaimana pengaturan dan sanksinya?

Etika merupakan segala hal berkaitan dengan sikap, tindakan, dan perilaku yang dianggap sebagai suatu kebaikan/kebajikan. Etika menjadi dasar dari adanya hokum. Misalnya, dalam suatu bis umum atau angkot yang penuh sesak, seorang anak muda dianggap beretika manakala mempersilakan seorang nenek-nenek untuk menduduki kursi yang ditempatinya. Juga dianggap beretika, manakala seorang mahasiswa ber-HP dengan dosennya mengawali dengan ucapan salam dan selanjutnya menggunakan kata-kata yang sopan dan patut. Digital merupakan segala hal berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi komunikasi.

Mengapa Kehidupan Digital perlu diatur? Karena sedikit-banyak kehidupan digital merepresentasikan kehidupan nyata manusia. Ada banyak aktivitas hidup manusia, termasuk yang berhubungan dengan orang lain (interpersonal) maupun publik, yang dilakukan melalui media digital. Tanpa adanya etika dan etiket, kehidupan digital tidak akan sustainable (berkelanjutan). Jadi dapat dikatakan bahwa etika digital merupakan kebutuhan bersama yang harus dijaga, agar kita semua tetap dapat menikmatinya sebagai representasi kehidupan nyata.

Etika digital menjadi semakin jauh lebih penting ketika jumlah “penghuni” media digital (warganet) semakin banyak. Amanda (2021) menyebutkan bahwa jumlah warganet di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Angka yang dikeluarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada semester pertama tahun 2020, mencatat kenaikan 8,9% jumlah pengguna internet di Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data menunjukkan bahwa 73,3% penduduk Indonesia adalah pengguna internet yang aktif. APJII juga mencatat lebih dari separuh pengguna internet di Indonesia berada di Pulau Jawa yakni sebesar 56,4 %, lalu diikuti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Berdasarkan data APJII, 95,4% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pengguna internet di Indonesia adalah berinteraksi melalui aplikasi chatting (29,3%) dan media sosial (24,7%). Aktivitas lain yang dilakukan internet adalah mengakses berita, layanan perbankan, mengakses hiburan, jualan daring, belanja daring, layanan informasi barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, e-commerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi kesehatan (Bukalapak, 2020). Meningkatnya angka pengguna internet berdampak pada meningkatnya pengguna media sosial dan transaksi online.

Untuk itu kita sepatutnya mengenal bagaimana karakteristik media sosial. Media sosial memiliki lima karakteristik yakni (Banyumurti, 2019, dalam Amanda, 2021):

1. Terbuka: siapapun dimungkinkan untuk dapat memiliki akun media sosial dengan batasan tertentu, seperti usia.
2. Memiliki halaman profil pengguna. Tersedia menu profil yang memungkinkan setiap pengguna menyajikan informasi tentang dirinya sebagai pemilik akun.
3. User Generated Content. Terdapat fitur bagi setiap pengguna untuk bisa membuat konten dan menyebarkannya melalui platform media sosial.
4. Tanda waktu di setiap unggahan. Setiap unggahan yang dibuat diberi tanda waktu, sehingga bisa diketahui kapan unggahan tersebut dibuat.
5. Interaksi dengan pengguna lain. Media sosial menyediakan fitur agar kita dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya.

Kehidupan dalam media sosial harus diatur, baik melalui peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Dalam negara demokratis, memang sebaiknya kehidupan media sosial tidak perlu terlalu banyak aturan tertulisnya. Nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan digital akan tetap terpelihara selama masyarakat digitalnya memiliki literasi dan etika yang memadai dalam menggunakan media sosial.

Menurut Shina (2021), setidaknya ada empat (4) pilar literasi digital, yaitu:

1. Digital skills (kecakapan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai lanskap digital, yakni internet dan dunia maya.
2. Digital culture (budaya digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
3. Digital ethics (etika digital), yang salah satunya difokuskan kepada etika berinternet (netiquette).
4. Digital safety (keamanan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai proteksi identitas digital dan data pribadi di platform digital.

Apabila keempat pilar literasi digital tersebut kuat tertanam dalam diri setiap pengguna media sosial, maka kemungkinan kehidupan digital kita akan menjadi lebih baik dan lebih beradab (civilized).
Bagaimanakah seharusnya (etika) menggunakan alat teknologi informasi komunikasi melalui jaringan internet (digital)? Untuk menjawab pertanyaan dengan merujuk pada beberapa pendapat umum, ada beberapa sikap tindak yang patut dipedomani, yaitu:

  • Tidak menggunakan teknologi informasi untuk melakukan perbuatan melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
  • Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara ilegal.
  • Tidak memberikan user ID dan password kepada orang lain untuk masuk ke dalam sebuah sistem. Tidak diperkenankan pula untuk menggunakan user ID orang lain untuk masuk ke sebuah sistem.
  • Tidak mengganggu dan atau merusak sistem informasi orang lain dengan cara apa pun.
  • Menggunakan fasilitas teknologi informasi untuk melakukan hal yang bermanfaat.
  • Menggunakan alat pendukung teknologi informasi dengan bijaksana dan merawatnya dengan baik.
  • Menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya, pencantuman url website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media cetak atau elektronik.
  • Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung.
  • Menghargai perbedaan pendapat dalam berkomunikasi secara digital.

Selanjutnya, bagi para konsumen digital perlu pula diketahui aspek hukum dan aturan terkait penggunaan informasi teknologi komunikasi. Pengaturan atau hukum terkait digital diatur dalam UU 11/2008 yang diubah dengan UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lazim disingkat UU ITE.

Ada beberapa aturan larangan yang perlu diketahui oleh pengguna digital, agar tidak dihukum. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 27 hingga Pasal 37 UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, antara lain: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan yang; melanggar kesusilaan, perjudian, pemerasan dan/atau pengancaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk perbuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik, dipidana dengan pidana penjara 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta). Perbuatan ini merupakan delik aduan.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Dan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Lalu, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu

BACA LAINNYA


Show Comments (1)