Down Sebelum Lockdown

LITERASI - Rabu, 1 April 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh; Kelvin Aldo

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menggumumkan Indonesia dalam keadaan darurat sipil, yang menandakan pembatasan gerak sosial masyarakat dalam melakukan interaksi, baik berkumpul, berserikat, rapat umum, bahkan pertemuan-pertemuan yang sifatnya terbatas sekalipun dilarang, dan artinya memperbolehkan kekuatan-kekuatan bersenjata untuk melakukan pembubaran secara paksa.

Bukan disebabkan oleh keamanan nasional atapun terjadi perang besar yang melibatkan Indonesia, melainkan pandemi yang melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Virus ganas menelan korban terinfeksi hingga ratusan ribu dan memakan korban dengan angka tertinggi di abad ini.

Tak sedikit teman-teman di kampus, organisasi maupun teman-teman di media sosial bertanya dan berdiskusi apa itu darurat sipil. Sebenarnya penulis sendiri tidak begitu memahami, sehingga memaksa penulis untuk mengulik tentang apa itu darurat sipil.

Darurat sipil sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 1959 pasal 1 angka 1-3 menyebutkan:

1. Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.

Bisa kita maknai bahwa darurat sipil yang dimaksud adalah ancaman bagi negara.

Hari ini penulis ingin mengatakan bahwa Indonesia bukan darurat sipil melainkan darurat kesehatan, merujuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang ditandatangani dan disahkan oleh Presiden Jokowi. Memberi makna dan definisi yakni penyebaran virus atau wabah yang dapat mengancam kesehatan masyarakat maka diberlakukan karantina wilayah, yang kewenangannya ada di pemerintah pusat Lantas kenapa Presiden Jokowi mengumumkan Indonesia darurat sipil?

Penulis tidak ingin mengatakan pemerintah pusat ingin mencoba melepaskan tanggung jawab, karena tak mampu memberi makan dan subsidi bagi rakyat yang hari ini tak bisa mencari rezeki untuk makan anak istri.

Berkaca kepada darurat sipil tadi, ancaman terhadap negara dan pemerintah yang sah tidak dapat menjadi alasan virus Corona dapat menggulingkan pemerintahan yang sah, namun dampak sosial ekonomi justru jauh lebih mengkhawatirkan ketimbang dampak runtuhnya pemerintahan republik ini. Oleh sebab itu penulis sangat berharap kepada pemerintah daerah baik kota, kabupaten maupun provinsi untuk mendesak presiden segera menetapkan karantina wilayah di seluruh penjuru negeri.

Karantina wilayah belum diberlakukan, namun sudah tersiar kabar dari penjuru negeri bahwa sudah banyak karyawan yang dirumahkan dan pasar diliburkan. Indonesia memang belum lockdown (karantina wilayah) namun rakyat sudah terlebih dahulu down.

Ada yang lucu beberapa waktu ini, banyak sekali kalangan yang penulis anggap cerdas dan termasuk kategori orang-orang yang berpikir, namun menangapi issue Corona ini menjadi gagap dan tak sedikit malah menjadi ‘goblok’. Kita semua tahu Undang-Undang Karantina Kesehatan sudah sangat jelas menyebutkan siapa yang punya wewenang untuk melakukan karantina wilayah, namun masih ada juga yang mendesak, bahkan menyalahkan Gubernur Bengkulu tidak berani mengambil langkah untuk menutup akses keluar masuk Bengkulu dan ada pula yang bilang gubernur plentat plentot.

Jika betul menginginkan untuk karantina wilayah, mari kita desak presiden untuk segera memberlakukan karantina wilayah secepatnya bukan darurat sipil. Sudah cukuplah Kita berdebat tentang Corona Virus ini, mari bersama kita cegah penularan dan minimalisir penyebaran.

*Penulis adalah Aktivis IMM Bengkulu

BACA LAINNYA


Leave a comment