Dediyanto: pengusul pansus inkonsistensi

NEWS - Kamis, 4 Juni 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bengkulu Dediyanto

GARUDA DAILY – Mayoritas pengusul Pansus Covid-19 dinilai inkonsistensi oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bengkulu Dediyanto. Selain itu ia juga menegaskan bahwa fungsi pengawasan tidak ada hubungannya dengan pansus, sebab fungsi pengawasan itu dilakukan 24 jam, bukan kasus per kasus.

Baca juga Pro dan Kontra Pansus Covid-19, ini Kata Alamsyah

“Ada tiga hal yang diungkapkan teman-teman yang mendukung pansus, yang pertama soal urgensi, mereka bilang inilah media agar dewan memainkan perannya dalam melakukan fungsi pengawasan, menurut saya fungsi pengawasan tidak ada hubungannya dengan pansus, karena melalui kapasitas pribadi dewan masing-masing bisa melakukan pengawasan, karena pengawasan itu 24 jam loh, bukan per kasus, enggak,” kata Dediyanto dikonfirmasi media ini di sela-sela kunjungannya ke Dinas Pendidikan Kota Bengkulu, dalam rangka menjalankan kerja-kerja legislator terkait Surat Edaran Walikota Bengkulu tentang nol persen pungutan sekolah negeri dan 50 persen diskon untuk sekolah swasta. Termasuk mengecek besaran dana BOS untuk sekolah negeri dan swasta di Kota Bengkulu.

Ia mendukung pernyataan Ketua DPRD Kota Bengkulu Suprianto agar dewan lebih memaksimalkan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang ada, yakni komisi-komisi. Dediyanto mencontohkan, di Dinas Pertanian Kota Bengkulu terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 3,5 miliar hasil refocusing. Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, ia pun mengunjungi kantor dinas pertanian.

“Ada alokasi 3,5 miliar dari refocusing di dinas pertanian, saya mengetahui itu karena pada saat rapat refocusing itu ada rincian 204 miliar itu kemana saja, jadi misalnya kalau dibilang tidak jelas, tidak terang, menurut saya keliru. Saya kemudian mengunjungi dinas pertanian jauh sebelum ada isu pembentukan Pansus Covid, saya berinteraksi dengan kepala dinasnya, sekretaris dinasnya, akan dikemanakan dana 3,5 miliar itu,” terangnya.

Dari situ, Dediyanto mengetahui dinas pertanian membuat perencanaan dan pengajuan. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan memanggil pihak dinas pertanian ke kantor DPRD, dan mereka menjelaskan apa-apa saja program dan kegiatan yang akan dilakukan dengan anggaranRp 3,5 miliar tersebut. Salah satunya adalah pembelian bibit untuk program ketahanan pangan.

“Namun program tersebut belum bisa berjalan karena saran dari APH (Aparat Penegak Hukum) yang menilai belum tepat dilakukan saat ini. Sehingga kami kemudian dari Komisi III menyarankan agar 3,5 miliar itu jangan dulu dikeluarkan dan kalau nanti tidak terpakai bisa dikembalikan ke BTT, yang nanti ketika Covid ini sudah bisa ditangani, dikendalikan, maka dana itu bisa dikembalikan lagi ke kas untuk dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan yang lain di luar Covid,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Dediyanto berkesimpulan urgensi pembentukan pansus dan ada kesan mensimbolkan dewan melakukan pengawasan tidaklah tepat. Sebab fungsi pengawasan melekat di dalam diri seorang dewan, 24 jam, bukan kasus per kasus.

“Terus yang kedua mereka bicara soal kalau ada penolakan kita bicaranya di banmus, berbicaranya di paripurna, saya setuju, saya juga berdoa semoga saja nanti prosesnya sampai di paripurna, karena saya mendapat informasi dan saya berdiskusi di luar sana bahwa teman-teman yang mengusul pansus itu semakin ke sini mereka memahami argumentasi-argumentasi memberdayakan komisi, sehingga mereka tidak ngotot di pansus, makanya saya juga menyarankan kepada ketua untuk memanggil ketua fraksi ditanyakan betul apakah proses pansus itu masih relevan atau tidak,” ujar Dediyanto.

Lebih lanjut ia menilai terjadi inkonsistensi di tubuh pengusul pansus saat menggunakan narasi banmus dan paripurna adalah ruang yang tepat untuk mengemukakan pendapat.

“Mereka katakan ikuti proses, kalau nanti ada pihak yang menyetujui pansus atau ingin memberdayakan komisi, silahkan menyampaikan di paripurna, inikan argumentasi yang inkonsistensi, kenapa? Karena pada saat paripurna LKPj dilakukan, teman-teman pengusung pansus inikan mayoritas tidak hadir, kalau misal mereka ada problem dengan LKPj mereka bisa sampaikan, ini tidak, kenapa mereka enggak hadir, padahal itu proseskan, kalau mereka tidak setuju di situlah mereka harus sampaikan, itukan forum resmi,” jelasnya.

Dediyanto pun menegaskan, jika memahami kembali argumentasi Ketua DPRD, esensinya ia tidak menolak pembentukan pansus. Namun ia meminta AKD yang ada diberdayakan dulu, kalau ada problem dan mentok, silahkan bentuk pansus.

Baca juga Ketua DPRD Kota Bengkulu: Pansus Tidak Disetujui

“Sebetulnya ketua itu tidak menolak, ketua itukan menganggap belum relevan sekarang itu, berdayakan dulu alat kelengkapan, kalau alat kelengkapan itu sudah bekerja kemudian ada problem-problem di OPD-nya, baru kita masuk ke pansus, enggak ada dia menolak kalau saya baca argumentasinya itu, dan saya juga bisa memahami sikap ketua dewan seperti itu,” tegasnya.

“Artinya pada saat mereka berbicara prosedur, ikuti, nanti kita berargumentasi di paripurna terkait Pansus Covid itu benar, tapi kenapa argumentasi itu enggak mereka praktikkan pada saat paripurna LKPj, yang juga media resmi untuk mengutarakan (pendapat),” demikian Dediyanto.

Baca juga Dewan Belum Manfaatkan AKD, Ketua DPRD Kota Bengkulu: kenapa bentuk pansus

Sementara itu, Ariyono Gumay, salah satu anggota DPRD Kota Bengkulu yang mengusulkan pansus mengatakan, keberadaan pansus agar fungsi pengawasan dewan berjalan maksimal.

“Silahkan saja kita menyodorkan argumentasi berbeda-beda soal pembentukan pansus. Versi kami menyebut sangat urgen, menurut fraksi seberang tidak urgen, tapi masalah itu tidak bisa kita ambil kesamaan, harusnya digulirkan dulu, nanti pada saat di-banmus-kan ada perwakilan dari fraksi-fraksi. Kalaulah nanti di sana votingnya kalah tentu yang mengusulkan harus legowo, sama juga dengan yang tidak mengusulkan. Jadi kalau penolakannya dari sekarang tidak ada ketentuannya,” kata Ariyono.

Seluruh mekanisme kerja DPRD harus berdasarkan regulasi yang ada, seperti ketentuan pembentukan pansus yang harus diusulkan oleh anggota dan sudah diusulkan sehingga memenuhi syarat.

“Jadi tidak bisa kita menyamakan persepsi soal urgen atau tidak urgen melainkan harus kembali kepada regulasi yang ada. Jadi dalam memutuskan segala sesutu harus melalui mekanisme persidangan dan paripurna, kalau ditolak oleh pimpinan agak aneh judulnya karena pimpinan itu seyogyanya adalah ketua bukan kepala,” lanjutnya.

Ariyono menyebutkan, pimpinan seharusnya bekerja merujuk pada tugas dan fungsi seorang pimpinan, yaitu mengakomodir seluruh aspirasi anggota untuk kemudian mewadahinya sesuai dengan regulasi.

“Kalau saya melihat mungkin beliau belum begitu mencerna tentang tupoksinya pimpinan, kan pimpinan itu ada regulasi-regulasi sebagai rambu-rambu kerjanya dia,” sebut Ariyono.

Baca juga Kritisi Wacana Pembentukan Pansus, Ketua Tidar: maksimalkan saja fungsi pengawasan

Dia menegaskan, urgensi pembentukan pansus untuk memaksimalkan pengawasan bukan untuk menghalangi kinerja eksekutif dalam menangani Covid-19. Apalagi anggaran hasil refocusingnya sangat besar, Rp 204 miliar, yang bahkan menempati urutan kelima terbesar se-Indonesia, serta melibatkan instansi lintas sektoral.

“Sekarang ini kita enggak tahu 204 itu dia (pemkot) motongnya dari mana? Ini kita bicara dari perencanannya, makanya harus secara keseluruhan, enggak bisa parsial. Kita misalnya undang dinas sosial, undang ini. Kita pertama kali harus mengundang TAPD, TAPD itu enggak ada komisi yang membawahi,” tegasnya.

Sehingga kegunaan pansus, sambung dia, supaya diketahui oleh masyarakat dan dampak-dampak lain seperti dampak hukum apabila terjadi penyalahgunaan penanganan Covid-19, yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga ke realisasi anggaran.

“Makanya itulah gunanya kita minta pansus itu, supaya kita tahu dari perencanannya. Kitakan tidak dilibatkan pada saat pergeseran, karena memang kewenangan penuh tetapi untuk menunjang kegiatan pengawasan kita harus tahu, 204 ini apa, misalnya SPPD semuanya nol terus apalagi yang dipotong. Terus ada efek PAD,” tukas Ariyono.

Selama ini yang disampaikan hanya sebatas pada aspek realisasi, seperti pengadaan rasmie (beras dan mie) yang sudah terealisasi tapi tidak menyentuh pada aspek-aspek lain, seperti soal perencanaan.

“Jadi kalau pansus bisa masuk ke seluruh sektoral, kalaulah tidak ada masalah kenapa harus resah. Saya pikir begitu saja,” sampainya.

Baca juga Menyoal Pansus, Bahyudin Basrah: fraksi kami belum tentukan sikap

Untuk itu Ariyono meminta Pimpinan DPRD Kota Bengkulu tetap merujuk pada aturan-aturan yang ada terkait usulan pembentukan pansus. Ia bersama anggota dewan lain yang ikut mengusulkan akan mengambil langkah lain apabila terjadi penolakan dari pimpinan.

“Kita akan mengikuti regulasi yang ada, pertama kalau memang pimpinan menolak, jangan menolak pada statement. Disposisi sana, disposisi menolak, jadi langkah-langkahnya kan jelas, oh pak ketua mendisposisinya ditolak. Otomatis kalau ditolak, di situkan ada langkah-langkah yang akan kami ambil,” tandasnya.

Kalau hanya statement, kata Ariyono, akan menimbulkan pikiran-pikiran liar dan kecurigaan di kalangan masyarakat. Ia juga mempertanyakan sikap pimpinan yang terkesan menghalangi pembentukan pansus.

“Ini teman-teman akan berpikir liar, kenapa orang mau pansus kok enggak mau, malah di-dep-dep kayak gitu kan, Jadi orang akan timbul curiga. Teman-teman itu mempunyai hak-hak lain, ya bisa hak bertanya dia gunakan, dia bisa gunakan hak interpelasi, dia bisa gunakan hak angket. Nah itu lebih dalam jadinya,” pungkasnya. (Red)

Baca juga Berkembang Wacana Pembentukan Pansus Covid-19 di DPRD Kota Bengkulu

Pernyataan Ariyono Gumay dilansir media ini dari Bengkuluinteraktif.com lewat artikel berjudul “Ditolak Politisi PAN, Ariyono Paparkan Urgensi Pembentukan Pansus”

BACA LAINNYA


Leave a comment