Bela Negara Saat Pandemi Melanda

LITERASI - Senin, 17 Agustus 2020

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd*

17 Agustus 1945 merupakan momentum sejarah yang tercatat sebagai mula-mulanya bangsa Indonesia menyatakan bahwa mereka telah Merdeka. Kemerdekaan itu dimaknai dengan terbebasnya Bangsa ini dari penjajahan, dari siksaan fisik maupun psikis, bebas dari tekanan bangsa asing.

Kini, 75 tahun setelah diproklamasikannya kemerdekaan itu, bangsa Indonesia kembali dihadapkan dengan situasi yang senyatanya juga menghantam seluruh bangsa dan negara di muka bumi ini. Tidak hanya penjajahan fisik melainkan juga meluluhlantakkan non fisik, kepanikan dalam semua sektor, ancaman inflasi di berbagai negara, ikut mewarnai 75 Tahun Indonesia Merdeka.

Berkorelasi atau tidak, itu bukan point utama tulisan ini. Namun yang jelas, situasi ini hadir di tengah-tengah suasana kegembiraan bangsa Indonesia memperingati 75 tahun kemerdekaannya.

Biasanya, masyarakat selalu punya cara sendiri untuk memperingatinya. Sayangnya, perayaan kemerdekaan Indonesia yang biasanya berlangsung semarak dan massal, kini menghadapi dilema, yaitu pandemi. Perayaan akbar, lomba-lomba yang menjadi ajang berkumpulnya masyarakat, dan deretan kegiatan menyambut kemerdekaan yang biasanya digelar mau tidak mau harus ditiadakan.

Covid-19 “sukses” membuat pemerintah membatalkan perayaan besar-besaran Peringatan ke-75 Hari Kemerdekaan Indonesia. Kesempatan untuk memupuk rasa nasionalisme dan semangat kemerdekaan seolah-olah hilang dengan ditiadakanya acara-acara tersebut. Padahal, di masa pandemi ini, nasionalisme dan semangat kemerdekaan harus tetap tumbuh di masyarakat.

Situasi pendidikan juga menjadi porak poranda akibat pandemi ini, kebingungan sikap pemerintah nampak terjadi berkenaan dengan kebijakan masa new normal dalam sektor pendidikan. Ada sebahagian pihak yang menginginkan proses pembelajaran dilaksanakan secara langsung dalam bentuk tatap muka, sebahagian yang lain meminta untuk menunda sampai kondisi benar-benar pulih, dan pilihan ini menjadi kebijakan yang ambigu.

Ambiguitas tersebut terlihat ketika kebijakan new normal pertama kali di awal bulan Juni ditetapkan oleh Presiden, Mall-mall, pasar-pasar tradisional, toko-toko, dan kantor swasta serta kantor pemerintah sudah mulai dibuka, namun dengan ketentuan mematuhi protokol kesehatan. Sementara itu, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya belum ada yang melakukan proses pembelajaran tatap muka (tepatnya belum diizinkan untuk dibuka). Namun apa yang terjadi?, seolah-olah yang tampak adalah aktivitas ini persis sama seperti sebelum terjadinya wabah, banyak masyarakat yang tidak patuh pada protokol kesehatan, yang akhirnya menjadikan kurva pasien yang terpapar semakin naik, bahkan sempat mencapai angka 2000-an lebih sehari.

Terlepas dari fenomena meningkatnya kasus yang terpapar, pada momentum perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75, sudah saatnya segenap warga negara untuk kembali menyadari apa yang menjadi fokus utama yang harus dilakukan seluruh komponen bangsa. Paling tidak harus ada upaya untuk mendeklarasikan gerakan massal pencegahan penularan virus korona.

Selama ini sudah ada upaya pendisiplin-an bagi setiap anggota masyarakat melalui upaya pemutusan mata rantai penularan, dengan langkah physical/social distancing. Menghindari kerumunan dan mengendalikan diri untuk tidak melakukan kontak-kontak fisik-sosial, seperti jabat tangan ataupun berpelukan. Setiap orang berperilaku seolah dirinya terinfeksi, bukan mengira dan menuduh orang-orang lain telah terinfeksi.

Inilah sesungguhnya substansi dari bela negara di tengah pandemi. Bela negara adalah sebuah tindakan positif untuk menumbuhkan akan kesadaran bela negara pada setiap warga negara yang memiliki hak dan kewajiban untuk membela negaranya. Kesadaran Negara adalah upaya untuk menumbuhkan rasa penuh tanggung jawab dan rela berkorban untuk bangsa dan negaranya, dan juga menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme pada setiap anak bangsa.

Bangsa merupakan perekat kohesi sosial atau sosial integratif force yang mampu menumbuhkan solidaritas sosial, rasa persatuan, dan semangat bersama, sehingga mereka merasakan seperti bagian dari satu tubuh titik jika bagian tubuh yang satu merasakan sakit, maka bagian tubuh yang lainnya akan ikut merasakan sakit tersebut.

Intisari Bela Negara di tengah pandemi ini adalah membantu para ibu Indonesia untuk tetap semangat mengelola keluarga yang sedang berdiam di rumah agar jaga hidup sehat dan hemat, bantu para ayah untuk kreatif bekerja dan berjuang mencari nafkah dalam situasi yang tidak biasa, dan bantu generasi muda untuk tetap semangat belajar walaupun tidak di sekolah. Dengan semangat bela Negara ini setiap orang dapat mengajak masyarakat untuk saling melindungi satu sama lain dari penularan covid-19, selanjutnya adalah peduli dan membantu mereka yang terdampak.

Saat ini, pemerintah telah berupaya menggerakkan setiap sektor untuk bahu membahu dalam mengatasi pandemi, dan bagi warga negara yang cinta pada negara dan bangsa ini, maka tidak ada pilihan lain kecuali patuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan aktualisasi kesadaran bela Negara bagi yang tidak terlibat secara langsung dalam penanganannya. Bentuk lain dari aktualisasi kesadaran bela negara dengan tetap melakukan aktivitas yang produktif di mana saja.

Jika di masa lalu seluruh komponen bangsa mengaktualisasikan bela negara dengan rasa nasionalisme tinggi, bersatu berjuang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan, maka sekarang ini sebagai bangsa Indonesia dengan rasa nasionalisme tinggi serta kesadaran penuh dalam bela negara, harus bersatu melawan Covid-19. Tanpa memiliki rasa nasionalisme tinggi yang didukung dengan kesadaran dan kedisiplinan tinggi, sangat sulit kiranya melaksanakan new normal life secara baik. Nasionalisme dalam situasi negara seperti saat ini diperlukan karena dapat menjadi pemersatu bangsa dan untuk mempertahankan keutuhan NKRI tercinta.

Sebaliknya, jika sikap mementingkan diri masing-masing dan menuntut hak dibandingkan dengan kewajiban sebagai warga negara, hanya mementingkan dan memperkaya diri sendiri tanpa memberikan kontribusi apapun pada negara. Maka inilah yang dapat menyebabkan runtuhnya keberlangsungan bernegara dan berbangsa dalam bingkai NKRI.

Akhirnya, kita menyadari secara penuh, bahwa kesadaran bela negara dan nasionalisme merupakan ruh yang harus tetap dijaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keduanya harus dinamis dan juga inklusif, namun diletakkan dalam cara pandang yang lebih luas dan relevan dengan dinamika kebangsaan. Merayakan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 ini serta dalam situasi pandemi, harus didukung dengan kesadaran bela negara dan nasionalisme dalam bentuk partisipasi masyarakat untuk pencegahan COVID-19 dan sekaligus partisipasi bagi penyelamatan masyarakat dari krisis multidimensional melalui solidaritas sosial. Mudah-mudahan bermanfaat.

*Penulis adalah Dosen Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Tinggi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

BACA LAINNYA


Leave a comment