Begini Pengakuan Suami yang Terpaksa Bawa Jenazah Istri Pakai Motor

TOP NEWS - Sabtu, 7 Agustus 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

GARUDA DAILY – Insiden jenazah pasien RSUD Mukomuko yang dibawa pulang keluarga korban dengan sepeda motor, Selasa, 3 Agustus 2021 lalu diharapkan tidak terulang kembali. Banyak pihak yang menyayangkan kejadian tersebut.

Baca juga RSUD Mukomuko Tolak Antar Pakai Ambulans? Jenazah Digotong Keluarga dengan Sepeda Motor

Garuda Daily mencoba menelusuri kejadian ini dan mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi, dengan langsung menemui keluarga korban di rumah duka Desa Dusun Baru Pelokan Kecamatan XIV Koto. Berdasarkan keterangan yang dipaparkan Sony Effendi, suami korban, almarhumah istrinya itu memang sejak lama menderita penyakit gula darah. Sudah berlangsung lebih dari dua tahun.

”Dia kekurangan kalium. Hingga sudah beberapa kali harus berobat ke rumah sakit. Cek saja, surat-suratnya (rekam medik) pasti ada di rumah sakit itu (RSUD Mukomuko),” papar Sony didampingi anak dan pamannya.

Sebelum dibawa ke rumah sakit, penyakit istrinya itu memang sudah kambuh hingga tidak sadarkan diri.

“Di ruang IGD, istri saya di-swab. Kata perawatnya ‘istri bapak positif Covid’,” kata Sony meniru ucapan sang perawat.

“Karena enggak ngerti, saya ngangguk aja,” sambungnya.

Kemudian setelah menyelesaikan proses pendaftaran pasien, istrinya itu dibawa ke ruang Seruni yang menurut keterangan RSUD Mukomuko merupakan ruang isolasi tambahan selama pandemi.

“Kami ke rumah sakit itu sekitar pukul 14.00 WIB (Senin, 2 Agustus 2021), dipindahkan ke ruangan sekitar satu jam berikutnya,” ungkap Sony lagi.

Di ruang isolasi, istrinya itu mendapat perawatan berupa cairan infus dan oksigen.

“Tapi anehnya, istri saya ini dibilang Covid, tapi kok digabungin sama pasien lain? Terus di ruangan juga semua orang bebas keluar masuk buat besuk pasien,” ceritanya penasaran.

Sebelum istrinya menghembuskan nafas terakhir, Sony mengaku mendapati selang oksigen yang digunakan istrinya tidak terpasang pada bagian regulator oksigen.

“Tiba-tiba istri saya sesak dan kejang-kejang. Ternyata selang oksigennya malah enggak terpasang ke tabung. Memang sebelumnya selang itu diganti sama perawatnya, yang semula pakai cop (masker oksigen), ditukar sama yang pake jari,” kenang Sony.

Sekira pukul 02.00 WIB dini hari, Selasa, 3 Agustus 2021, sang istri menghembuskan nafas terakhir. Sony mengaku pasrah dan mencoba menerima kenyataan tersebut. Kemudian menemui petugas perawat ruangan istrinya untuk menyelesaikan administrasi rumah sakit.

“Saya bilang ke petugasnya, ‘Pak, istri saya sudah meninggal. Apakah sudah bisa kami bawa pulang? Agar bisa kami urus secepatnya’,” Sony mencoba mengulangi percakapannya waktu itu.

“Terus kata perawatnya, istri saya ini kena Covid. Kalau saya tidak mau disebut (divonis) Covid, saya harus tanda tangan dulu surat pernyataan bermaterai. Kebetulan kata mas si perawat materainya lagi kosong, jadi saya harus cari dulu materainya di luar’,” lanjut Sony bercerita.

Sony akhirnya berusaha membeli materai di luar kawasan rumah sakit.

“Sudah kemana-mana, sampai ke SP 6 dan ke Polres (sekitar 2 km dari rumah sakit), pada tutup semua. Satupun enggak ada (toko) yang buka. Akhirnya, saya balik lagi ke rumah sakit,” terangnya.

Sesampainya di rumah sakit, lanjut Sony, ia kembali menemui si perawat dan melaporkan bahwa materainya tidak didapatkan. Akhirnya si perawat mempersilahkan Sony tanda tangan surat pernyataan tersebut tanpa materai.

“Setelah tanda tangan, terus saya tanya sama perawatnya, ‘Pak, kira-kira jenazah istri saya sudah bisa diantar pulang?’,” kata Sony ke perawatnya.

“Terus kata mas perawatnya, ‘Silahkan saja pak, tapi pihak rumah sakit tidak bisa mengantarkannya, karena bapak sudah tanda tangan surat pernyataan tadi’,” kata Sony lagi meniru ucapan sang perawat.

Mendengar keterangan itu, Sony dan keluarganya yang berada di rumah sakit berusaha mencari kendaraan. Menghubungi keluarga yang berada di rumah untuk ikut mencari solusi. Sampai pada akhirnya, jelas Sony, dirinya benar-benar menyerah karena tidak juga mendapatkan mobil untuk membawa istrinya.

“Saya coba balik lagi menemui si perawat. Berusaha meminta keringanan dari pihak rumah sakit untuk bersedia mengantarkan istri saya. ‘Kami bayar juga enggak apa-apa pak kalau memang harus bayar. Dibilang Covid juga silahkan pak, asalkan rumah sakit mau membantu mengantarkan jenazah istri saya’, saya bilang ke perawatnya. Saya benar-benar kehabisan akal, tidak tahu lagi mau apa. Jadi ya saya pasrah saja lah, yang penting istri saya bisa diantarkan ke kediaman dengan layak,” Sony melanjutkan.

Namun usaha Sony masih gagal. Si perawat tetap kukuh pihaknya tidak bisa mengantarkan jenazah istrinya itu.

“Sampai akhirnya saya bilang ke si perawat, ‘Tolonglah pak, kami sudah berusaha mencari mobil, tapi tetap tidak ada. Apa boleh kami bawa dengan motor?’. Terus dia jawab, ‘ya itu terserah bapak’,” Sony lagi-lagi meniru ucapan sang perawat.

Dalam situasi penuh duka itu, Sony mengaku berusaha tetap tegar. Ia berunding dengan keluarga untuk mencari solusi bersama.

“Hingga kami putuskan untuk membawa jenazah menggunakan sepeda motor sampai ke kediaman. Kami sudah tidak punya pilihan lain. Jenazah istri saya harus segera kami bawa pulang untuk diurus proses pemakamannya,” ungkap Sony bernada pasrah.

(Sementara itu, di sekeliling rumah duka tampak hening, meski kami tengah berdiskusi di bawah tenda tepat di depan rumah duka, dengan keluarga korban dan beberapa warga sekitar. Raut muka Sony dan juga seorang bujang di sampingnya begitu kusut, tampak jelas tertanam duka mendalam di diri mereka).

Baca juga Sambangi Rumah Duka “Jenazah Digotong Pakai Motor”, Kapolres dan Ketua DPRD Mukomuko Minta Maaf

Lagi-lagi Sony mengungkapkan keikhlasannya atas musibah yang tengah menimpa. Ia berserah diri kepada yang kuasa, juga kepada masyarakat sekitar. Tentu tidak mudah menerima kepergian seorang istri tercinta. Apalagi diterpa isu istrinya itu meninggal dalam keadaan terserang virus. Ditambah beban insiden membawa jenazah menggunakan sepeda motor.

“Kami sangat ikhlas atas musibah ini. Kami tidak akan menuntut siapa-siapa, tidak juga menyalahkan siapa-siapa. Namun yang berat bagi saya adalah menerima kenyataan bahwa saya terpaksa membawa jenazah istri saya dalam keadaan yang tidak sewajarnya. Saya sangat merasa malu, marah kepada diri sendiri, tertekan. Ternyata begitu kecilnya hidup saya, hingga jenazah istri sayapun harus dibawa pakai motor. Apa kata orang-orang kepada saya atas kejadian ini?,” sesal Sony dengan raut muka memerah.

Sony juga berharap musibah yang menimpanya itu tidak terjadi kepada orang lain. Ia juga membantah pihaknya membawa pulang jenazah secara paksa. Dari pengakuan yang dibeberkan Sony, bahkan pihaknya saat mengangkat korban dari kamar jenazah ke sepeda motor tidak ada satupun petugas yang menyaksikan, apalagi berusaha menghalangi. Kemudian ketika melewati pintu masuk rumah sakit, pihaknya juga mengaku melihat ada sekumpulan petugas di pos jaga satpam rumah sakit menyaksikan kejadian tersebut.

“Yang sudah biarlah berlalu. Apapun yang diperbuat tidak akan mengembalikan keadaan. Istri saya sudah dikubur dengan tenang. Mudah-mudahan kejadian tidak ada terjadi lagi. Cukup keluarga kami saja yang merasakan (musibah) ini,” pintanya.

RSUD Mukomuko/net

RSUD Mukomuko Tolak Antar Pakai Ambulans? Jenazah Digotong Keluarga dengan Sepeda Motor

Sebelumnya, Mukomuko digemparkan dengan kabar salah satu jenazah pasien di RSUD Mukomuko, warga Desa Dusun Baru Pelokan Kecamatan XIV Koto yang terpaksa digotong pihak keluarga menggunakan sepeda motor. Hal itu diduga terjadi setelah pihak rumah sakit menolak mengantarkan jenazah pasien.

Kronologis kejadian seperti yang diceritakan salah satu pihak keluarga korban, Idrus, pada hari Senin sekira pukul 14.00 WIB korban dibawa ke RSUD Mukomuko untuk mendapatkan pengobatan. Pada Selasa pukul 02.00 WIB dini hari, korban tidak bisa diselamatkan. Namun pihak RSUD menolak untuk mengantarkan jenazah ke kediaman korban karena diduga terpapar Covid-19.

“Pada jam 05.04 WIB kami konsultasi dengan pihak rumah sakit agar jenazah dapat diantar menggunakan ambulans. Namun pihak kami harus menandatangani dulu surat pernyataan terpapar Covid dari rumah sakit. Jelas kami menolak, karena almarhumah ini sudah lama mengidap penyakit gula. Akhirnya kami bawa (jenazah) menggunakan sepeda motor sampai ke kediaman,” papar Idrus.

Kemudian menurutnya, saat pihak keluarga meminta bukti vonis Covid-19 terhadap korban, pihak rumah sakit tidak menunjukkan dokumen tersebut kepada pihak keluarga.

Sementara itu, Direktur RSUD Mukomuko dr Syafriadi mengaku sudah mengetahui kejadian tersebut. Namun ia membantah pihaknya menolak mengantarkan jenazah korban.

“Setiap pasien yang masuk ke sini (RSUD) selalu dilakukan screening dua tahap, swab antigen, dan PCR. Jadi kalau ada dugaan pasien yang tidak Covid tapi di Covid-kan, itu tidak benar,” tegas Syafriadi.

Ia juga menjelaskan bahwa rumah sakit memiliki ambulans yang siap mengantarkan jenazah setiap pasien, terutama pasien Covid-19. Namun perlakuan tersebut harus dengan protokol kesehatan yang sudah ditentukan.

“Mungkin itu miskomunikasi saja. Salah satu pihak, mungkin keluarganya pengen cepat. Satu lagi kitakan petugasnya (pemulasaran) nggak standby di rumah sakit. Jika ada kasus, kita panggil, baru datang. Jadi kondisi jam 02.00 malam itukan kondisinya orang sedang tidur lelap. Jadi untuk ngumpulkan petugas perlu waktu,” jelasnya.

Penulis: Yance Askomandala

BACA LAINNYA


Leave a comment