Pengamat Pendidikan; Hilangnya Pancasila dalam Kurikulum Perburuk Tatanan Sosial

Elfahmi Lubis, M.Pd

GARUDA DAILY – “Selain demokratisasi dan liberalisasi, perkembangan teknologi informasi juga membuka ruang kebebasan yang seluas-luasnya sehingga berbagai ideologi dan ajaran radikal masuk dengan mudah ke Indonesia” – Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Berbagai gesekan sosial yang terjadi akhir-akhir ini merupakan sebuah bentuk keterancaman kebhinekaan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Selain berbagai gangguan dan intervesi dari pihak asing yang berkepentingan terhadap bangsa Indonesia, faktor internal juga menyulut timbulnya perpecahan dalam kehidupan berbangsa. Salah satu yang menjadi sorotan serius adalah terkait dunia pendidikan yang merupakan sarana indoktrinasi pengetahuan, terutama Pendidikan Pancasila yang pasca reformasi terus mengalami kemunduran dalam komposisi kurikulum pendidikan kita.

Seperti yang disampaikan oleh Elfahmi Lubis, hilangnya Pendidikan Pancasila dalam kurikulum sekolah merupakan salah satu penyebab terjadinya berbagai gesekan sosial di masyarakat. “Dulu kita mengenal P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), terus ada PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Nah, sekarang Pancasilanya hilang. Yang ada itu PKn (Pendidikan Kewarganegaaraan) yang lebih kepada aspek civic education-nya. Padahal yang lebih penting itu justru pada aspek pendidikan Pancasilanya. Ini tentu sangat besar pengaruhnya dalam pendidikan dan kehidupan sosial-budaya masyarakat kita,” terang Elfahmi, Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) ini.

Menurutnya, saat ini Pancasila seakan kehilangan eksistensinya. Keberadaan Pancasila tidak lagi di akomodir dalam kurikulum pendidikan. “PKn memang belajar Pancasila, tetapi muatannya dalam pendidikan PKn lebih banyak kepada civic education, lebih kepada bagaimana menjadi warga negara yang baik, bagaimana patuh terhadap hukum dan sebagainya. Sementara muatan materi tentang Pancasila itu sendiri sangat minim dalam kurikulum,” lanjutnya.

Lebih jauh Elfahmi berpendapat, efektifitas penanaman nilai-nilai Pancasila adalah lewat pendidikan-pendidikan di sekolah. “Sebagai Ketua Program Studi PKn, saya mengusulkan agar mata pelajaran PKn itu dikembalikan lagi menjadi PPKn. Dengan demikian, muatan Pancasilanya itu tetap memiliki porsi yang besar dalam pendidikan. Karena lewat pendidikan inilah penanaman nilai-nilai Pancasila itu bisa lebih efektif. Kalau pendidikan saja sudah mengesampingkan nilai-nilai Pancasila itu, apa yang diharapkan lagi dengan bangsa ini ke depan ?” kata Elfahmi.

Dalam psikologi pendidikan, menurutnya, tahap yang lebih efektif dalam mentransformasi nilai-nilai dimulai sejak usia dini. “Itupun kenyataanya masih sering bertolak belakang ketika mereka sudah menginjak usia dewasa. Apalagi nilai-nilai itu (Pancasila) sudah dikurangi dalam proses pendidikan. Tentu generasi muda kita akan kehilangan identitas dan jati diri kebangsaannya,” tutup Elfahmi. (YC)

Comments (0)
Add Comment