Corona Bukan Mainan

Oleh: Riki Susanto*

Judul itu terlintas tak sengaja, muncul di saat obrolan lepas saat menyaksikan video warga yang tampil di linimasa Facebook penulis. Facebook memang begitu, komentar terbanyak yang di-upload teman kita di kolom “Apa yang sedang anda pikirkan” akan tampil di awal saat kita membuka medsos yang sangat familiar di kalangan bawah itu. Kaum papan atas, artis dan yang merasa artis bisa juga yang bergaya artis mainnya Instagram, minus yang gaptek.

Mereka mungkin tidak tahu, mau mainnya FB atau IG yang untung Mark Zuckerberg juga. Melalui FB dan IG miliknya, Mark tahu cara jitu memilah antara orang kaya dan orang miskin setidaknya pengakuan dan mengakui. Saran untuk Kementerian Sosial mungkin bisa memakai jasa Mark agar tak kesulitan menyalurkan Raskin, Program Bedah Rumah atau subsidi listrik.

Kembali ke video yang jadi pemantik tulisan ini. Video itu di-upload di salah satu akun FB yang berteman dengan penulis berdurasi sekira 4 menit, berisi teriakan polisi yang sedang membubarkan warga karena berkumpul bagi-bagi sembako di halaman sebuah masjid. Polisi meminta warga yang sedang antri untuk bubar. Bukan tanpa alasan, aturannya memang demikian, kita dilarang ngumpul karena wabah Corona. Singkatnya, kita di rumah saja biar polisi yang kerja, mulia sekali. Salam bangga dengan seluruh polisi di tanah air kami sangat berharap masa sulit ini segera berakhir.

Larangan ngumpul itulah yang kemudian membuat kita kangen nongkrong di Café Coffe yang akhir-akhir tumbuh kembang bak cendawa di musim hujan. Nongkrong di tempat ngopi bukan soal kita penyuka kopi tapi tren-nya itu loh, yang bikin kita maksa walau kadang isi kantong pas-pasan. Sebagian pula menyebut nongkrong di café itu life style walau kadang life tidak seirama dengan style. Pulang nongkrong ditagih kontrakan misalnya atau pas tiba di cafe bukannya pesan kopi tapi tanya password wifi. Ini kan miris tapi apa mau dikata itulah gaya hidup, kalau hidup tanpa gaya berat pula.

Di tengah wabah ini kerinduan untuk nongkrong terus membahana tapi apa daya Corona-lah yang membuat semuanya menjadi pupus. Kita dipaksa menjadi family together is my life dengan hiasan coretan #Dirumahaja yang berseleweran di televisi, gadget, dan stiker dari petugas kesehatan. Sekali-sekali kita dibuat berdebar dengan kehadiran Pak Ahmad Wiryanto yang hampir dua bulan tak pernah absen di layar televisi. Kehadiran sang jubir negara untuk urusan Corona itu menjadi unik. Saat Pak Wiryanto mulai memegang mik terjadi pertempuran antara enggan menyaksikan dengan serius menyaksikan yang kemudian bercampur aduk menjadi satu.

Baru kali ini program televisi kecuali film dan sinetron yang mampu menyentuh sisi emosional berbeda dengan cara bersamaan. Rasa takut dan rasa ingin tahu bercampur aduk. Walau ujung-ujungnya kita tetap menyaksikan sembari terus berucap “Astaghfirullah” diikuti dengan kritik pada pemerintah. “Kan nambah terus, bodoh, coba dari dulu orang China jangan disuruh masuk, ini tiap hari pesawat datang, orang dari mana-mana datang. Katanya bayar listrik dipotong, gaji tidak dipotong, mana?”.

Umpatan itu wajar saja terjadi di tengah wabah yang menakutkan ini. Pemerintah sudah memberi penjelasan dan berupaya menangani wabah Covid-19. Soal listrik khusus untuk daya 450 VA dibebaskan pembayaran dan 900 VA dikasih diskon 50 persen (dengan kriteria) untuk pelanggan di atas itu pemerintah masih memikirkan. Terkait gaji pemerintah sudah menerbitkan peraturan bagi yang ODP tetap terima gaji penuh. Tidak berlaku bagi yang pura-pura ODP atau batuk-batuk karena nikotin. Batuk memang masuk dalam salah satu gejala Corona tapi kalau akibat nikotin itu artinya anda perokok berat.

Sedangkan soal orang datang ke Indonesia penulis juga tidak tahu pertimbangannya apa. Dengar-dengar katanya soal pertimbangan roda perekonomian negara. Tapi sempat pula mendengar kabar tentang cara Presiden Ghana berucap di tengah wabah corona “Saya tahu cara memperbaiki ekonomi tapi saya tidak tahu cara menghidupkan orang mati” kata Presiden Ghana, yang penulis comot dari internet. Ghana menerapkan lockdown, Indonesia tidak melarang orang masuk tapi pembatasan ketat.

Cara Presiden Ghana berbeda dengan cara presiden kita dalam menangani corona. Kita tidak menerapkan lockdown namun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang operasionalnya agak mirip. Kita tidak menerapkan penguncian wilayah tapi dilarang ngumpul, dilarang berjabat tangan, dan dilarang tatap-tatapan apalagi peluk-pelukan. ABG yang rindu berat tahan dulu kecuali suami istri non ODP dan PDP boleh tidur seranjang.

Cara Indonesia ini kemudian akrab disebut social distancing atau physical distancing. Namun kedua cara itu saat ini nyaris berakhir sama. Kasus di Indonesia terus beranjak naik demikian pula Ghana. Total konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia per 9 April 2020 sudah berada diangka 2.956 kasus dengan total kematian 240 orang dan sembuh 222 orang. Bukan berarti kita tidak punya harapan, jangan pesimis. Kalau belajar dari Wuhan, China tempat pertama kali virus ini ditemukan wabah ini bisa berakhir.

Situasi ini memang membuat kita serba salah, seluruh opsi punya lebih kurang. Ibarat orang hanyut di arus sungai, sekecil apapun kemungkinan untuk selamat pasti akan kita gapai termasuk selembar daun mengambang sekalipun. Mungkin itulah yang sedang dihadapi pemimpin kita hari ini.

Namun demikian “Seorang pemimpin adalah dia yang mengetahui, memutuskan, dan menunjukkan jalan keluar dari masalah yang ada.“ kata John Calvin Makwel seorang penulis ilmu kepemimpinan dari negeri Paman Sam. Jadi jelas pemimpin yang baik bukan yang kemarin kasih kita uang 50-an atau yang pura-pura dermawan melalui selembar kain sarung yang kalau diterawang tembus pandang.

Cerita video polisi yang membubarkan bagi-bagi sembako di atas hanya sedikit gambaran dengan ngenyelnya kita di tengah ancaman mikroba bernama Corona. Virus ini bukan seperti judul lagunya Slank yang menceritakan romantika utang cinta. Virus ini sedang menantang nyawa. Pemerintah sedari awal minta kita jaga jarak, jangan ngumpul, jangan nongkrong (termasuk sendirian walaupun tidak berpotensi Corona namun rumah sakit jiwa juga berbahaya).

Bagi yang lagi bermadu kasih terapkanlah LDR, cukup panggilan papa-mama yang menggelikan itu via Wa, VC juga bagus tapi hindari dilakukan ba`ada Subuh. Teruntuk kaum milenial dan yang terus merasa 17 hindari hasrat nekatmu untuk nongkrongmu di Café Coffe yang cuma demi gaya-gayaan. Seduhlah Torabika kesukaanmu itu di rumah saja kecuali bagi yang hobi nongkrong di Café Coffe tapi pesannya teh tawar. Inilah saat yang tepat untuk membuat abu-abu kemampuan kantongmu dihadapan teman atau pacar yang selang pekan ngajak nongkrong. Berucaplah begini “Corona bro dilarang nongkrong dulu”. Ucapan satire itu sudah membantu dirimu dan kita semua.

Bagi yang eksekutif muda, entrepeneur, bisnisman, dan kaum papa lain yang didompetnya nyelip pecahan dolar tolong batasi aktivitas yang padat merayap itu, syukur-syukur bisa kasih donasi ke anak negeri yang belum pernah merasakan berdasi. Mak-mak gunakanlah masker atau setidaknya ikatlah ujung hijabmu untuk sekedar menutup mulut dan hidung. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk rapat pagi-an bahas pak RT dengan janda sebelah rumah.

Demikian pula bagi lembaga kemanusiaan jangan melampaui batas larangan pemerintah dengan membariskan kaum berkantong tipis untuk ngantri seperti ular tangga. Jangan kemudian niat baik malah berujung malapetaka. Pembagian Masker, hand sanitizer, dan cairan disinfektan gratis mohon dilakukan sesuai protokol pemerintah jangan berkerumun di lampu merah. Yang punya kemampuan magis jangan gaya-gayaan depan kamera terus nantang Corona karena sampai sekarang sekelas ketua perkumpulan kalian pun tak kuat bersuara.

Wabil khusus untuk kaum pecinta strategi melumpuhkan lawan dan merebut tahta. Hapus dulu memori tentang teori politik yang sangat mulia tapi kemudian kau terapkan dengan cara durjana. Pilkada bukan segalanya, kemanusian ada di atasnya. Saatnya jabatan kalian diletakkan di atas nilai-nilai ketuhanan. Stop gagah-gagahan dengan angka penanganan Corona tapi berlomba-lombalah untuk mencoretkan tinta emasmu untuk keselamatan bersama.

Corona bukanlah mainan tapi ini ancaman kematian. Anakmu, istrimu, bapakmu, ibumu, adekmu bahkan kekasih tercinta sekalipun pun bisa ter-wabah. Sayangilah mereka dengan cara menyanyangi dirimu. Rajin mencuci tangan, gunakan Masker, semprotkan hand sanitizer dan segera cek kesehatan kalau bergejala. Tagar di rumah saja.

*Penulis adalah Ketua JMSI Bengkulu

Comments (0)
Add Comment