Ada Motif Politik di Balik Rencana Pemindahan Ibukota Indonesia?

POLITIK - Sabtu, 24 Agustus 2019

Konten ini di Produksi Oleh :

Andriadi Achmad

GARUDA DAILY – Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Andriadi Achmad menilai, polemik terkait pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke salah satu provinsi di Kalimantan adalah sesuatu hal yang sangat wajar mengingat urgensi pemindahan ibukota sangat sensitif dan perlu kajian mendalam. Bahkan pernyataan Menteri ATR Syofyan Jalil menyebut ibukota baru yaitu Kalimantan Timur, dibantah Presiden Jokowi dengan alasan masih menunggu beberapa kajian terkait pemindahan ibukota tersebut.

“Pemindahan ibukota ke Kalimantan, mengingatkan kita pada sosok Bung Karno yang pernah menggagas hal tersebut. Tentu Jokowi sebagai Presiden RI sudah semestinya melakukan kajian secara mendalam urgensinya gagasan dan kebijakan pemindahan ibukota ke Kalimantan bagi masa depan Indonesia. Terlihat respon Jokowi membantah pernyataan Syofyan Jalil terkait kebijakan pemindahan Ibukota ke Kalimantan Timur. Artinya Jokowi masih ragu dan mengulur-ulur waktu soal pemindahan ibukota,” jelas Andriadi Achmad.

Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) ini menilai bahwa, kebijakan Jokowi memindahkan ibukota terkesan terburu-buru tanpa kajian mendalam secara komprehensif urgensinya, seolah ada dorongan kuat kepada Jokowi mendesak agar melakukan pemindahan ibukota demi kepentingan kelompok tertentu. Padahal, pemindahan ibukota di tengah ekonomi Indonesia sedang terpuruk ini sangat tidak populis bahkan bisa memperburuk keadaan ekonomi Indonesia ke depan.

“Sejak periode pertama di akhir masa jabatan ketika masa kampanye, Jokowi sudah menyampaikan gagasan akan pemindahan ibukota ke luar Jawa. Terlihat sangat tergesa-gesa atau grasa-grusu sepertinya ada dorongan kuat yang mendesak kebijakan tersebut. Pemindahan ibukota bukan isu cemerlang di tengah kondisi ekonomi masyarakat cukup memprihatinkan saat ini,” tegas Andriadi Achmad.

Baca juga Putra Bengkulu Layak Jadi Menteri atau Pimpinan DPR

Selain itu, Andriadi Achmad melihat ada motif lain terkait pemindahan ibukota ke luar Jawa yaitu motif politik terkait Pilpres 2024. Keberhasilan Jokowi mantan Gubernur DKI Jakarta menjadi Presiden RI, bisa menjadi jalan bagi Gubernur Anies Baswedan yang semakin bersinar dan berpotensi di Pilpres 2024. Oleh karena itu, posisi sebagai gubernur ibukota negara yang memiliki akses perlu dipotong yaitu dengan memindahkan ibukota. Padahal membendung Anies Baswedan dengan memindahkan ibukota hanyalah menjadi kebijakan yang merugikan dan menyakitkan masyarakat Indonesia.

“Saya menduga ada motif lain terkait pemindahan ibukota yaitu untuk menjegal prestasi Anies Baswedan sebagai gubernur ibukota negara, sehingga mengubur mimpi di Pilpres 2024. Jika benar motif tersebut, sungguh kebijakan yang sangat merugikan masyarakat Indonesia secara umum, warga Jabodetabek khususnya,” ujar Andriadi Achmad.

Alumnus Pasca Sarjana Ilmu Politik FISIP UI ini sependapat dengan beberapa tokoh seperti Sandiaga Uno, Fadli Zon dan lainnya mengusulkan adanya jejak pendapat (referendum) ke tengah-tengah masyarakat terkait pemindahan ibukota negara. Artinya pemerintah harus mendengar dan meminta pendapat masyarakat, sehingga lebih elegan dalam memutuskan apakah memindahkan atau tidak memindahkan ibukota negara.

“Saya sependapat jika dilakukan jajak pendapat atau referendum terkait pemindahan ibukota. Di mana seluruh masyarakat dilibatkan dalam memutuskan perlu atau tidaknya pemindahan ibukota. Jangan sampai keputusan sepihak pemerintah menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat,” tutup Andriadi Achmad. (rls)

BACA LAINNYA


Leave a comment