Kecam Pembekuan BEM FH Unib, Dewan: kampus harusnya jadi contoh demokratisasi tertinggi

NEWS - Senin, 16 Agustus 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

GARUDA DAILY – DPRD Provinsi Bengkulu mengecam keputusan Dekan Fakultas Hukum (FH) Unib yang membekukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Unib.

Sebagaimana disampaikan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu yang juga alumni mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) Jonaidi.

“Tindakan tersebut adalah bentuk arogansi kekuasaan, pembunuhan kebebasan demokrasi kampus, dan pengkerdilan karakter mahasiswa sebagai calon penerus generasi bangsa,” ujar Jonaidi usai menghadiri audiensi BEM FH Unib dengan DPRD Provinsi Bengkulu, Senin, 16 Agustus 2021.

Ditegaskan Jonaidi, kampus adalah laboratorium terbaik penegakan demokrasi, hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun yang terjadi justru BEM FH yang dibunuh kebebasan berdemokrasinya dan dilanggar hak-haknya untuk berdinamika dalam bingkai organisasi.

“Kampus harusnya menjadi contoh demokratisasi tertinggi. Kampus harusnya menjadi laboratorium terbaik dalam penegakan demokrasi, hukum, dan HAM, apalagi ini adalah kampus BEM Hukum Unib,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Jonaidi meminta Ikatan Alumni Unib untuk menindaklanjuti tindakan pembekuan BEM FH dan mengajak lintas organisasi kemahasiswaan untuk bergerak bersama menyatukan sikap guna menyelesaikan persoalan ini.

Sebelumnya, kecaman yang sama juga dilayangkan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Bengkulu. Wakil Ketua DPD KNPI Provinsi Bengkulu Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Kajian Strategis M Yudha Iasa Ferrandy menilai Surat Keputusan (SK) Nomor 3098/UN30.8/HK/2021 tentang Pembekuan BEM FH Unib cacat administrasi.

Sebab SK yang ditandatangani Dekan FH Unib Amancik itu diterbitkan dua kali dengan nomor surat yang sama, namun dengan kalimat berbeda. Yudha pun mempertanyakan mekanisme pembinaan yang dilakukan pihak fakultas terhadap BEM yang menjadi salah satu poin pada bagian memperhatikan dalam SK tersebut.

“Bila mekanisme pembinaan organisasi BEM FH telah dilakukan tolong dibuktikan pada lampiran SK atau dalam bentuk apapun. Bila memang tiba-tiba dibekukan, maka dekan dan jajaran FH Unib telah merugikan nama baik FH Unib itu sendiri,” kata Yudha.

Mantan Ketua Umum HMI Cabang Bengkulu itu menyayangkan adanya pernyataan di dalam SK tersebut bahwa apa yang telah dilakukan BEM FH tidak sesuai aturan, etika, dan merugikan.

“Pertanyaan ini harus dijawab sebagai bentuk pertanggungjawaban fakultas yang telah mengeluarkan SK pembekuan kepada BEM. Jadi menjawab pertanyaan ini bukanlah sebuah pilihan yang mengharuskan memilih dijawab atau didiamkan, tetapi merupakan sebuah konsekuensi dari jabatan. Bila tidak sanggup, jangan menjabat,” tegas Yudha.

Sementara itu, Sekretaris DPD KNPI Provinsi Bengkulu Carminanda menilai keputusan yang dikeluarkan tersebut terlalu berlebihan dan telah mengkebiri semangat berpikir mahasiswa. Apalagi, pembekuan terjadi dilatarbelakangi kritik yang disampaikan pengurus BEM FH terkait sejumlah persoalan di fakultas.

Menurutnya masih banyak cara-cara lain yang seharusnya bisa dilakukan selain membekukan BEM FH secara kelembagaan. Keputusan pembekuan tersebut menunjukkan ketidakmampuan dekan dalam mengelola konflik di tubuh mahasiswa. Padahal, keberadaan BEM seharusnya menjadi mitra fakultas, bukan malah sebaliknya.

Lebih lanjut, jika menurut dekan ditemukan persoalan di tubuh BEM, maka seharusnya persoalan itu yang diselesaikan, bukan malah lembaganya yang dibekukan.

“Kalau Dekan menemukan ada ketidaksesuaian antara pengurus BEM dengan fakultas maka seharusnya pengurusnya yang dievaluasi, bukan malah lembaganya yang dibekukan. Kalau lembaganya yang dibekukan artinya dekan juga sekaligus menutup ruang-ruang pembelajaran, membungkam kritik dan kebebasan berekspresi,” kata Carminanda.

KNPI, tegasnya, menentang segala upaya pembungkaman terhadap kritik.

“Apalagi gaya-gaya kepemimpinan otoriter yang mengesampingkan dialog, gaya-gaya feodal seperti ini sudah seharusnya sirna karena tidak layak diwarisi,” tegas Carminanda.

Untuk itu, KNPI meminta keputusan pembekuan BEM FH ini kembali dipertimbangkan, mengingat BEM merupakan wadah berkreativitas yang telah banyak berkontribusi melahirkan pemikiran kritis baik untuk internal kampus, daerah, maupun negara.

Apalagi pada situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, dibutuhkan pemikiran kritis dan tindakan nyata dari mahasiswa dan pemuda sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan virus corona jenis baru ini, termasuk pemikiran untuk kembali menstabilkan perekonomian.

Di sisi lain, KNPI juga meminta mahasiswa sebagai agen perubahan dalam menyampaikan pendapat, kritik, dan saran harus dengan cara-cara yang elegan.

“Boleh saja BEM dibekukan tetapi pikiran kritis tidak bisa dibekukan. Pergolakan mahasiswa hari ini tentu berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Karena itu cara-cara menyampaikan pendapat dan pikiran pun juga harus dengan cara-cara yang baru, tidak bisa dengan cara-cara lama,” demikian Carminanda.

Untuk diketahui, Dekan FH Unib mengeluarkan SK Nomor 3098/UN30.8/HK/2021 tentang Pembekuan BEM Keluarga Besar Mahasiswa FH Unib Periode 2021-2022. SK tersebut menegaskan jika nama-nama yang masuk dalam struktur kepengurusan tidak diperkenankan melakukan kegiatan apapun atas nama BEM fakultas.

Gubernur BEM FH Unib Maulana Taslam mensinyalir pembekuan tersebut karena serangkaian kritik yang disampaikan BEM ke pihak kampus melalui akun Instagram @bem.fhunib. Adapun kritik yang dilayangkan itu terkait pelayanan pihak kampus kepada mahasiswa, diantaranya soal administrasi akademik yang berbelit dan transparansi pendanaan kegiatan organisasi mahasiswa. (Adv)

BACA LAINNYA


Leave a comment