PT Naik, PT Berjenjang, Pengecilan Dapil di RUU Pemilu, Hanura: kita kembali ke orde baru

POLITIK - Rabu, 27 Januari 2021

Konten ini di Produksi Oleh :

GARUDA DAILY – Kenaikan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dipandang sebagai upaya untuk kembali ke orde baru.

“PT naik, PT berjenjang, pengecilan dapil adalah satu paket desain untuk kembali ke zaman orde baru dengan menghalangi hadirnya parpol menengah ke bawah sebagai bagian dari perjuangan reformasi,” tegas Plt Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Bengkulu Pranyoto Ateng dalam press release yang diterima media ini Rabu, 27 Januari 2021.

Dia mengingatkan bahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia jika kenaikan PT dipaksa diberlakukan. Mulai dari potensi suara yang hilang dan suara-suara rakyat yang makin ‘liar’ karena tidak terlembagakan.

“Jika paket desain itu dilakukan maka potensi suara hilang bisa mencapai 25 sampai 30 juta lebih suara sah dan itu sama dengan 10 negara Singapura, satu negara Polandia atau Malaysia, bahkan beberapa negara di Benua Eropa. Ini membahayakan NKRI,” kata Pranyoto.

“Pemilu 2019 dengan PT 4 persen saja lebih dari 13 juta suara partai yang tidak terwakili di DPR. Apa lagi jika PT dalam RUU dinaikkan lagi, potensi suara rakyat yang tidak terwakili di DPR semakin melebar, dan ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di tanah air,” sambungnya.

Ketua Bidang Pembinaan dan Pemenangan Wilayah Lampung-Bengkulu DPP Partai Hanura ini pun melihat potensi tumbuhnya kembali parlemen-parlemen jalanan yang makin besar dan bahkan mengancam stabilitas negara.

“Bisa kita bayangkan bagaimana suara rakyat yang sudah sebanyak itu yang sudah terlembagakan melalui partai Politik, akan tetapi tidak terkonversi menjadi kursi sebagai representasi keterwakilan mereka, maka ke depan akan menumbuhkan kembali parlemen jalanan, dan ini tidak boleh terjadi karena akan mengancam stabilitas negara,” tukasnya.

Lebih lanjut Pranyoto mengatakan, cukup sudah bansos dan benih lobster yang dikorupsi, jangan kemudian suara rakyat juga yang dikorupsi dengan melemahkan proses berdemokrasi lewat RUU Pemilu.

“RUU Pemilu adalah upaya kartelisasi kekuasaan yang melemahkan demokrasi berbasis kedaulatan rakyat. Cukup sudah bansos dan benih lobster dikorupsi, jangan mengkorupsi suara sah rakyat lagi,” pungkasnya.

Penulis: Doni S

BACA LAINNYA


Leave a comment