Sang Aktivis Pink

LITERASI - Minggu, 23 Juli 2017

Konten ini di Produksi Oleh :

Oleh: Benny Hakim Benardie

Pengetahuan  bukanlah angan-angan, cita-cita, kepercayaan-kepecayaan, ilham-ilham, idiologo-idiologi dan seterusnya. Pengetahuan didasarkan atas kenyataan.

Ilham itu disisi lain. Inspirasi, intuisi memberikan dorongan pada ilham untuk menyelesaikan masalah kearah tertentu. Tapi hanya menemukan ide-ide saja sebagai hipotese. Apabila dasar kenyataan itu ada dan kuat maka hipotese itu akan dijadikan tiori.

Berangkat dari renungan itulah  penulis coba melihat sifat sosok aktivis yang ada diberbagai daerah. Termasuk  para Aktivis Pink di Provinsi Bengkulu.

Dalam pergolakan pergerakan, tujuan akhirnya adalah kepentingan atas sesuatu. Bila ada yang mengatakan dirinya polos dan tidak punya kepentingan. Mungkin saja, mngkin juga klise.  Dalam realitasnya di masyarakat,  ada yang berakal kuat dan ada yang ‘lemot’ akalnya.  Itulah  ada dalam lingkungan pergerakan para aktivis.

Meminjam pendapat Imam Al Ghazali, yang melihat akal sebagai jiwa rasional.  Dari sudut akal teoritis, mempunyai empat tingkatan kemampuan, yaitu: al ‘aql al hayulani (akal material), al ‘aql bi al malakat (habitual intellect), al ‘aql bi al fi’il (akal aktual), dan al aql al mustafad (akal perolehan).

Akal al hayulani merupakan potensi belaka, yaitu kesanggupan untuk menangkap arti-arti murni yang tak pernah berada dalam materi atau belum keluar.

Akal malakat, yaitu kesanggupan untuk berfikir abstrak secara murni mulai kelihatan sehingga dapat menangkap pengertian dan kaidah umum. Misalnya, seluruh lebih besar daripada bagian.

Akal fi’il yaitu akal yang lebih mudah dan lebih banyak menangkap pengertian dan kaidah umum yang dimaksud. Akal ini merupakan gudang bagi arti-arti abstrak yang dapat dikeluarkan setiap kali dikehendaki.

Adapun akal al mustafad, yaitu akal yang di dalamnya terdapat arti-arti abstrak yang dapat dikeluarkan dengan mudah sekali.

Penulis hanya ingin menyentil bahwasanya akan ada akal para aktivis yang demikian.  Entah itu pada pergerakan Aktivis Hijau yang mengaku mereka adalah sosok idealisme. Retorika mereka menganggap yang  konkret hanyalah bayang-bayang, ada dalam akal pikirannya. Itulah  ide atau gagasan yang ada pada mereka.

Aktivis  Merah mengaku mereka adalah  realisme. Bertentangan dengan pandangan idealisme  Kaum realisme  selalu melihat yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain.

Para aktifis ini berkoar-koar, “Kami  Sang Idialis. Kamilah Sang Realis”. Padahal tujuan mereka adalah sama, merebut isme bertahtah dan mengantikan isme usang. Kekuasaan tujuan utama.

Tidak ada yang salah itu semua. Hingga saat kekuasaan dipengaruhi oleh satu orang. Berakibat keresahan bagi orang banyak. Tapi dilala-nya, bila kekuasaan hanya di pengaruhi beberapa orang saja, hanya kelompok kecil  saja yang kecewa.

Pertanyaannya, dimanakah para Aktivis Pink berdiri?  Benarkah mereka itu bagian dari Sang Buyanis? Mungkinkah trik Ciuman Yudas yang mereka pakai? Ia memeluk tapi menikam dari belakang.

Penulis  melihat, Aktivis Pink akan selalu berada dalam lingkaran aktivis Hijau dan Merah. Aktivis ini unik, dapat serupa  bunglon dan ‘berkelamin ganda’. Aktivis ini mempunyai kemampuan akal al mustafad.

Aktivis Pink  bukan buyanis atau kelompok orang  bodoh tanpa isme. Mereka ini berpaham natural. Ambisi mereka sama dengan isme Hijau dan Merah. Prinsip Aktivis Pink selalu setuju dan mengatakan  sejalan dengan idialisme dan realisme.

Bila hijau atau merah berhasil mencapai tujuan, mereka harus ikut. Santunnya, mereka akan  ambil apa yang mereka butuh,  asal yang  punya jangan sampai rugi. Saat kesempatan mulai menganga, maka dirauplah apa yang terlihat.

Pada  fase inilah para Aktivis Pink menepi dari kelompoknya dan memproklamirkan “Aku Adalah Aku dan Kamu Bukanlah Aku”.  Pragmatis.

Pada akhir dari yang telah dicapai, Seorang Aktivis Pink tidak akan sendirian ditinggalkan kelompoknya. Padahal  mereka bukan militansi. Selanjutnya akan ada pergulatan baru yang menumpang perahu Hijau atau Merah.

Seorang Aktivis Pink tentunya tidak  diasingkan seperti Kark Marx tokoh sosialis. Tak  pula berakhir seperti Hasan Albana tokoh Ikhwalnul Muslimin. Ia akan tetap berdiri dalam bayang-bayang konstitusi.

[Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu]

BACA LAINNYA


Leave a comment