“Keukeuh” Ingin Sekolah, Pelajar ini Manfaatkan Waktu Bermainnya Mencetak Bata

NEWS - Kamis, 4 Mei 2017

Konten ini di Produksi Oleh :

Rendi Setiawan Tengah Mencetak Bata Saat ditemui garudadaily.com

GARUDA DAILY – Bekerja keras mencari nafkah tidak selamanya dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya anak-anak usia belia yang terjun mengais rezeki sepulang sekolah. Tidak sedikit diantaranya yang terpaksa ikut membanting tulang membatu orang tuanya bekerja demi kehidupan keluarga dan kelanjutan sekolahnya. Rendi Setiawan salah satunya. Siswa kelas 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Budi Mulia ini dengan penuh kerelaan hati membantu ibu kandungnya mencetak batu bata setiap hari usai sekolah. Hal ini disampaikan dengan jujur oleh Rendi saat ditemui garudadaily.com di bedeng batu bata tempat ia bekerja, Rabu 3 Mei 2017.

Mengingat ayah kandung sudah tiada sejak 4 tahun yang lalu, ibunya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Karena alasan itu, putra kedua dari 3 bersaudara ini mengaku terpanggil untuk membatu sang ibu bergelut dengan tanah merah. Hal ini ia lakukan sejak kelas 6 Sekolah Dasar (SD) guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membayar biaya sekolahnya. “Membantu ibu mencetak bata ini murni keinginan saya sendiri, karena kasihan lihat ibu kerja sendiri,” tutur Rendi.

Semangat untuk tetap menjadi pelajar dan demi kelangsungan hidup keluarga menjadikan anak usia 13 tahun ini tekun membantu ibunya bekerja. Ia mengaku rela waktu bermainnya  bersama kawan sebayanya yang lain tersita. “Di sekolah kan juga udah bermain dengan kawan-kawan, masa terus-terusan main, bang,” guraunya kepada pewarta garudadaily.com

Dengan raut wajah penuh beban, Sarinem, ibu kandung dari pelajar sekolah suwasta ini menjelaskan, pekerjaan ini dilakoninya sejak 18 tahun silam. Mulai dari mencetak, menjemur, menyusun dan membakar batu bata. Jika cuaca bagus, waktu yang diperlukan hingga bata siap dipasarkan adalah selama satu setengah bulan, dengan harga jual 6-7 ribu per biji. Setelah dipotong biaya operasional (pembelian tanah, pasir dan kayu bakar), penghasilan bersih dari penjualan batu bata yang diperoleh rata-rata berjumlah Rp. 500 ribu per satu setengah bulan. “Setelah dipotong untuk beli tanah, pasir, kayu bakar, serta kebutuhan dapur kami, hasil bersih yang kami dapat rata-rata Rp. 500 ribu,” jelas Sarinem.

“Ya cukup tidak cukup, mas. Uang hasil penjualan bata itulah yang kami gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari selama nunggu hingga bakar lagi. Karena memang tidak ada sumber penghasilan lain selain ini,” curhatnya.

Meski berada di tengah keluarga yang serba kekurangan dan tanpa adanya bantuan dari pihak manapun, Rendi tetap memiliki semangat yang tinggi untuk tetap menyelesaikan pendidikanya. (AW)

BACA LAINNYA


Leave a comment